RISET PEMASARAN
1. Definisi Riset Pemasaran
Istilah riset pemasaran (marketing research)
seringkali dirancukan dengan riset pasar (market research). Ada
perbedaan tersendiri di antara kedua istilah ini.
Riset pasar berfokus pada pasar yang
telah ditentukan dengan produk
barang atau jasa yang spesifik. Sedangkan
riset pemasaran diartikan secara meluas, tidak terpaku pada penelitian
aspek dari pasar atau produk saja. Dengan
kata lain riset pasar merupakan bagian
dari riset pemasaran. Berikut definisi riset pemasaran dari institusi, pakar,
dan praktisi di bidang pemasaran :
·
American Marketing Association (AMA) mendefinisikan
riset pemasaran sebagai fungsi yang menghubungkan konsumen, pelanggan, dan
masyarakat umum dengan pemasar melalui informasi.
Informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan peluang
dan masalah pemasaran; merumuskan, menyempurnakan.
dan mengevaluasi tindakan pemasaran; memantau kinerja pemasaran; dan
menyempurnakan pemahaman mengenai pemasaran
sebagai sebuah proses serta pemahaman
atas cara-cara yang dapat membuat aktivitas pemasaran lebih efektif (Crask, dkk., 1995).
· Definisi
Maholtra, dkk. (1996), yang menjadi acuan banyak referensi buku riset pemasaran, adalah
identifikasi, pengumpulan, analisis, dan penyebarluasan informasi secara
sistematis dan objektif dengan tujuan untuk
membantu manajemen dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan identifikasi dan pemecahan masalah atau peluang
dalam bidang pemasaran (Rangkuti, 1999).
·
Philip
Kotler (2000), salah satu guru
pemasaran dunia, mendefinisikannya sebagai perancangan,
pengumpulan, analisis, dan pelaporan yang
sistematis dari data atau temuan yang relevan dengan situasi pemasaran
tertentu yang dihadapi oleh perusahaan.
·
Praktisi riset, Robby Susatyo
(Managing Director Synovate Indonesia), mendefinisikan riset pemasaran sebagai suatu identifikasi yang objektif dan sistematis, yang dilanjutkan dengan pengumpulan. analisis, dan perangkaian informasi
yang bertujuan untuk memperbaiki pengambilan keputusan yang berkaitan
solusi masalah dan penemuan peluang dalam proses
pemasaran (P3M UI, 2003).
Perkembangan riset pemasaran
sendiri dari tahun 1915 tidak bisa lepas
dari perkembangan ilmu-ilmu lain seperti
ilmu pemasaran itu sendiri, perilaku
konsumen (psikologi), ilmu sosial, statistik, hingga teknologi aplikasi
komputer.
Pada perusahaan modern saat
ini, sumber informasi pasar dari data internal, riset
pasar reguler, hingga hasil intelejensi pasar, telah terintegrasikan dalam
sistem informasi pemasaran perusahaan (Marketing
Management Information System = MMIS). MMIS merupakan pemasok informasi pasar berbasis teknologi informasi (IT) yang berkesinambungan, terstruktur, dan cenderung baku. Sementara
riset pemasaran yang dilakukan temporer umumnya bersifat
ad hoc (sementara) namun berkemampuan mengeksplorasi masalah dan identifikasi peluang pasar secara lebih aktual. Baik berbasis MMIS maupun berdasar riset pemasaran, para pengambil keputusan pemasaran akan dilengkapi "peta dan amunisi" yang lengkap saat memasuki pasar dan menghadapi para kompetitor.
2. Klasifikasi Riset Pemasaran
Berdasarkan
tujuannya, riset pemasaran dapat diklasifikasikan dalam
tiga kelompok, meski dimungkinkan adanya kombinasi. Ketiga jenis riset itu adalah :
1. Problem Solving Research, yakni riset
yang diadakan untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah-masalah pemasaran. Riset ini
memang berorientasi pada masa lalu. yaitu masalah
pemasaran yang pernah terjadi. Dengan mengidentifikasi masalah yang telah
terjadi dan mendapatkan solusinya, hal itu merupakan investasi untuk tidak
mengulanginya di masa yang akan datang.
2. Controlling Research, yakni riset yang
diadakan untuk pengawasan atau pengendalian proses bisnis dan pemasaran yang sedang
berjalan. Dengan melakukan riset ini secara reguler,
proses bisnis dan pemasaran akan tetap terjaga kinerjanya. Bahkan
seperti dalam riset pengendalian mutu (quality
control) dapat dilakukan
perbaikan berkelanjutan sehingga
dalam jangka panjang dapat diperoleh zero deffect.
3. Planning Research, yakni riset yang
diadakan untuk mendapatkan informasi sebagai panduan
dalam merencanakan kegiatan pemasaran. Sebuah perencanaan
bisnis atau pemasaran yang baik tentunya perlu didasari informasi yang tepat dan terukur sehingga target akan tercapai
secara optimal berdasarkan tahapan
perencanaan yang matang.
Sumber data dari riset, baik jenis problem solving, controlling, maupun planning research tersebut diperoleh
dari data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah objek
riset secara langsung. melalui survei
di lapangan, eksperimen, atau observasi (pengamatan). Data primer ini dapat diperoleh atau dilakukan sendiri
oleh perusahaan bersangkutan atau dari perusahaan jasa riset pasar.
Sedangkan data sekunder dapat diperoleh secara
tidak langsung dari objek riset dalam bentuk
yang telah dikumpulkan dan diolah untuk publik oleh institusi riset. Kelebihan data
primer dibandingkan data sekunder
adalah pada cakupan informasi yang digali lebih spesifik, fokus, aktual,
dan cukup mendalam. Namun untuk mendapatkan
data primer tentunya memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Berbeda dengan data sekunder yang dapat diperoleh dengan biaya yang relatif cukup
murah dan cepat, seperti dari hasil
survei omnibus perusahaan riset, BPS (Biro Pusat Statistik), annual
report, atau melalui gudang informasi dunia, yakni akses Internet.
Dalam praktiknya, ada empat faktor utama yang mempengaruhi
keputusan manajemen untuk menjalankan
sebuah riset pemasaran, yakni :
1. Relevansi, keterkaitan riset dengan kebutuhan informasi
pemecahan masalah atau peluang pasar dalam proses pengambilan keputusan pemasaran.
2. Ketepatan waktu, umumnya riset
dilakukan pada saat perusahaan membutuhkan informasi yang
terkait, meski tidak sedikit perusahaan yang secara reguler memanfaatkan hasil riset pasar, seperti data rating iklan atau tracking brand.
3. Ketersediaan data, riset diperlukan saat
informasi/data internal perusahaan kurang memadai
untuk keputusan strategis pemasaran.
4. Biaya & manfaat, keputusan terakhir dari perusahan dalam
mengadakan riset ialah alokasi biaya dengan manfaat yang diperoleh seefesien mungkin.
Apabila keempat faktor tersebut sudah dapat
dipenuhi internal perusahaan, riset
pemasaran bukanlah suatu prestise yang perlu diada-adakan.
3. Memulai Sebuah Riset
Riset pemasaran merupakan sebuah penelitian
ilmiah yang sudah pasti harus
dipertanggungjawabkan secara ilmiah pula. Keilmiahan sebuah riset dapat dilihat dari sistematika dan
landasan metodologi dalam alur pengerjaannya. Meninggalkan tahapan metodologi sama
halnya melakukan analisis dalam kerangka pijakan yang lemah dan sudah pasti
akan menghasilkan kesimpulan yang bias. Lebih jauh, mengadopsi konsep-konsep
pemasaran modern akan membantu mempermudah dalam membedah suatu kasus pemasaran.
Pemahaman terhadap konsep pemasaran dan metodologi riset yang matang menjadi tulang punggung dalam menyelesaikan kasus-kasus yang rumit atau kompleks. Secara
praktis ada lima tahapan utama dalam riset pemasaran, yaitu :
a. Merumuskan Tujuan Riset
Perumusan tujuan riset
sangat berkaitan dengan masalah atau peluang pemasaran. Masalah dan peluang
dalam pemasaran sendiri seperti koin mata uang, dimana kedua sisinya akan
selalu muncul bersamaan tergantung sisi mana yang diamati.
Masalah yang dialami oleh seseorang atau perusahaan di satu sisi, akan menjadi peluang bagi
orang lain atau perusahaan tertentu di sisi lain. Contoh sederhana,
seseorang yang sedang kesulitan keuangan untuk modal akan menumbuhkan peluang
bagi orang yang ingin menanam modal. Contoh lainnya yaitu seseorang yang
menderita sakit merupakan peluang bagi
orang yang bisa menyembuhkannya. Bahkan seorang yang meninggal saat ini menjadi peluang bisnis bagi perusahaan
yang bergerak di bidang layanan pengurusan
jenazah, penguburan, hingga prosesi doa bagi keluarga yang ditinggalkannya.
Masalah atau peluang pasar baik internal maupun eksternal
tergantung bagaimana periset melihatnya. Riset pemasaran dalam hal ini selain
bertujuan mengeksplorasi dan mengidentifikasi masalah sekaligus juga memberikan
solusi, sehingga dapat memandang masalah tersebut sebagai peluang di masa yang
akan datang.
Sebuah riset yang powerfull
dimulai dengan mengeksplorasi masalah pemasaran atau perkiraan peluang
pasar ke dalam rumusan tujuan riset. Merumuskan tujuan riset ini bukanlah sekedar
membuat sebuah pernyataan ansich. Rumusan ini haruslah merupakan hasil
eksplorasi awal, meski tidak mesti mendetail dapat berupa gejala, indikasi,
atau hal-hal yang diperkirakan akan terjadi. Setelah masalah yang menjadi objek
riset dieksplorasi, selanjutnya perlu dilakukan pembatasan agar lebih terfokus.
Menurut Kerlinger (2004), eksplorasi masalah yang baik dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan atau pernyataan yang menanyakan. Dan masalah tersebut dapat
mengungkapkan suatu hubungan dua variabel atau lebih.Melalui tahapan
eksplorasi,pembatasan dan pengumpulan data ini akan dihasilkan rumusan tujuan
riset yang memiliki landasan yang kuat untuk tahapan riset selanjutnya.
Sebuah riset yang berbobot,
secara mudah, akan terlihat dari alur hubungan antara masalah pemasaran,
tujuan riset, hingga rekomendasi berupa tindakan (pemasaran) standar.
Untuk mengeksplorasi
masalah pemasaran yang menjadi objek riset, ada lima
teknik eksplorasi yang dapat membantu, yakni:
1. Brainstorming,
diskusi intensif baik dalam kelompok keeil (2-4
orang) maupun yang lebih besar. Dengan dipandu seorang moderator,
tema pembicaraan akan lebih terfokus sehingga masalah
dapat tergali secara mendalam. Sudut pandang yang berbeda
di antara peserta diskusi akan memperkaya perspektif suatu
masalah.
2. Ease
Study, studi kasus terhadap permasalahan sejenis dari perusahaan yang berbeda. Studi kasus dapat diperoleh dari hasil penelitian akademis atau bisnis, baik dalam berbagai media, jurnal, dan literatur. Analogi terhadap kasus terkait akan membantu menemukan masalah bahkan solusi yang sama pula.
3. Experience
Interview, mengeksplorasi masalah bisnis yang dihadapi
dengan rnengundang orang yang ahli (konsultan) di bidangnya
untuk diwawancarai, Kompetensi dan pengalaman para
ahli ini akan membantu mengidentifikasi masalah dan terkadang
dapat memberikan alternatif solusi.
4. Fishbone Technique,
metode tulang/sirip ikan yang diperkenalkan
oleh Prof. Ishikawa untuk memetakan masalah berdasar akibat dan akar
penyebabnya. Berawal dari kepala ikan yang
menyatakan akibat utama. lalu diruntun faktor faktor penyebab utama dan
turunannya pada tulang ikan besar, sedang, dan kecil.
5. Why-why
Question, yakni menggali akar penyebab masalah dengan mempertanyakan secara
berulang dan terfokus, mengapa? Lalu mengapa?.
b. Penentuan Desain Riset
Seusai merumuskan tujuan
riset, dilakukan penentuan desain riset yang sesuai. Berdasarkan
dari eksplorasi dan tujuan riset, desain riset pemasaran terbagi tiga jenis desain (menurut Parasuraman, Aaker, W. Emory dan D. Cooper, serta Maholtra) yakni
exploratory research design, descriptive research design, dan cause effect
research design. Pada exploratory research atau desain riset penjajakan, umumnya masalah yang akan dipecahkan belum
terdefinisi secara pasti. Melalui desain riset inilah diharapkan kasus
pemasaran yang (akan) dihadapi tersebut dapat didefinisikan atau dijelaskan
lebih spesifik. Seperti dalam hal periset menghadapi kasus seperti
ketidakpuasan pelanggan dan penurunan penjualan, namun faktor-faktor yang
memengaruhi belum diketahui pasti.
Beberapa buku riset pemasaran
mengelompokkan riset exploratory ini dalam kelompok riset
kualitatif karena proses penjajakannya banyak
menggunakan metode dan teknik kualitatif. Seperti experience interview, in depth
interview, atau focus group discussion (FGD). Di luar
metode kualilatif, untuk mengeksplorasi masalah atau tujuan riset
dapat pula menggunakan studi literatur (desk research). Studi literatur ini cukup murah dan mudah
dibanding desain riset lain, karena menggunakan
data sekunder.
Untuk desain descriptive dan cause effect dapat dikelompokkan dalam conclusive research design, karena memberikan konklusi (kesimpulan) pada akhir penelitiannya. Keduanya diidentikkan dengan riset kuantitatif, karena menggunakan metode dan analisis survei. Descriptive research
bertujuan untuk memahami gambaran atau deskripsi kasus pemasaran secara
mendetail, yang dapat mengacu pada jenis pertanyaan
5W+1H. Seperti why (mengapa kasus itu terjadi), how (bagaimana kasus itu diketahui), what (hal apa yang ingin
diketahui), who (siapa yang
berhubungan dengan kasus tersebut), when (pada saat kapan kasus itu berkemungkinan
terjadi), dan where (di mana
kasus itu terjadi). Contoh kasus pemasaran
yang mengarah pada riset deskriptif seperti riset untuk mengetahui karakteristik kelompok pembeli
potensial dan yang tidak. Atau pada
kasus unluk mengetahui efektivitas iklan sebuah produk yang memengaruhi konsumen untuk membeli.
Berdasar sampel dan waktu pengujian, desain riset
deskriptif dibagi menjadi dua kelompok,
yakni longitudinal design dan cross sectional design. Dalam longitudinal
research design, riset dilakukan pada sampel tetap yang diukur berulang
kali sepanjang waktu. Sedangkan cross sectional research design dikumpulkan informasi dari sampel
tertentu saja dan tidak dilakukan berulang kali. Apabila dikumpulkan
informasi dari satu sampel, hal itu dilakukan
hanya satu kali (waktu) saja, dikelompokkan dalam single cross-sectional. Dan apabila dikumpulkan dari sampel-sampel
yang berbeda pada waktu yang berbeda pula, dikelompokkan dalam multiple cross-sectional.
Jenis cause effect research
design atau riset sebab-akibat, bertujuan
untuk mengidentifikasi hubungan sebab-akibat dari variabel-variabel kasus pemasaran. Dalam beberapa
buku teks, ada yang menamakan riset sebab-akibat ini sebagai riset
eksperimental karena untuk mengidentifikasi suatu variabel itu menjadi penyebab
atau akibat variabel lain dilakukan
suatu ekperimen, Dalam riset ini variabel terbagi dua, yakni variabel
pengaruh (independent variable) dan variabel terpengaruh (dependent
variable). Misalnya pada riset efektivitas
iklan, apakah sebuah iklan yang ditayangkan mempengaruhi preferensi konsumen dalam pembelian atau tidak.
c. Pengumpulan Data
Tahapan riset pemasaran
setelah periset mendesain kuesioner ialah mengumpulkan data atau informasi yang
dibutuhkan dari responden. Untuk metode riset
kualitatif,pengumpulan informasi dapat menggunakan FGD, in depth interview, projective technique, atau desk research. Untuk metode riset kuantitatif, pengumpulan data umumnya dilakukan perusahaan riset melalui
wawancara tatap muka. Periset dapat
pula mengumpulkan data dengan menggunakan pilihan media interaksi lain seperti telepon, surat, atau Internet, Wawancara tatap muka atau melalui
alternatif media memiliki kelebihan
dan kekurangan yang dapat disesuaikan dengan
kemampuan dan keterbatasan periset itu sendiri.
Wawancara tatap muka hanyak dipilih
untuk mengumpulkan data, dikarenakan pengontrolan
yang kuat dari periset untuk meminimalisasi non-sampling error dan dapat memaksimalkan
pertanyaan yang akan digali melalui kuesioner. Namun
terkendala dengan bujet riset, khususnya untuk jumlah responden
yang besar deugan cakupan wilayah yang luas. Sedangkan survei dengan sedikit pertanyaan akan lebih efektif melalui telepon (telesurvey) yang dapat mengakses wilayah cukup luas. Dalam metode
telesurvey ini yang menjadi catatan penting adalah keringkasan pertanyaan yang diajukan dan terbatas pada responden yang memiliki
akses telepon.
Perusahaan dapat pula
mengumpulkan data dari konsumen melalui angket
atau surat seusai pembelian atau penggunaan jasa layanan. Angket tersebut dapat diberikan langsung, disisipkan kemasan
produk, atau bekerja sama dengan media cetak yang dibagikan
pada pembacanya. Beberapa sumber mengungkapkan, tingkat
pengembalian riset melalui surat yang cukup bagus berkisar
5-10% dari total jumlah surat yang disebar. Semakin besar
insentif atau hadiah yang dijanjikan bagi responden, semakm besar pula tingkat
pengembalian angket atau surat survei. Pengumpulan data melalui Internet memiliki kesamaan seperti halnya melalui surat, namun terbatas pada responden pengakses Internet
yang masih minim pemakainya di Indonesia.
Pengumpulan data riset kuantitatif dapat
pula dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Seperti survei untuk store
check, distribution channel
(lokasi gerai/ritel), atau kepuasan pelanggan dan mutu layanan dengan mystery
shopping. Namun observasi tersebut harus dibekali lembar pengisian semacam
kuesioner sehingga diperoleh data
yang dapat dikuantitatifkan. Seperti dalam riset store check dapat
dianalisis tingkat penetrasi sebuah produk di pasar dengan mengamati (mengecek) penjualan produk
tersebut di berbagai toko. Atau riset saluran distribusi untuk
menentukan kelayakan bisnis lokasi
gerai (outlet) yang
tepat juga melalui pengamatan di lapangan. Baik daya scrap pasar, yakni jumlah
pengunjung pada hari atau jam tertentu
maupun analisis tingkat kompetisi dengan pesaing dari produk atau jasa layanan sejenis. Namun ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam metode observasi
agar dapat dikategorikan dalam pengumpulan data riset kuantitatif, yaitu:
·
Dibuat skenario atau prosedur pelaksanaan yang
seragam dalam setiap survei di lapangan;
·
Dibuat prosedur pelaporan
atau pengisian data hasil survei;
·
Jumlah lokasi pengamatan
merupakan sampel sehingga perlu diperhatikan (teknik) pengambilan sampling-nya;
·
Hasil pengamatan berupa data terkodifikasi
sehingga dapat membantu analisis secara
statistik, seperti korelasi, trend,
atau tracking.
Mystery Shopping (MS) merupakan salah satu metode observasi dalam riset pemasaran
yang sering digunakan untuk mengukur kualitas
layanan, yakni dengan mengirimkan sejumlah periset yang berperan sebagai mystery shopper. Dalam metode MS, setiap periset
bertindak layaknya konsumen yang melakukan transaksi atau kegiatan pengamatan lainnya yang dituangkan dalam skenario observasi. Menurut Peter Gurney (Service
Intelligent, 2001), MS yang efektif
untuk perbaikan mutu layanan (service quality) perlu melalui sepuluh tahapan 10 Steps Effectiveness Mystery Shopper, yakni:
1. Review service & sales standard, ulasan atas gambaran layanan
standar yang telah diberikan perusahaan (klien) terhadap pelanggan selama ini. Ulasan ini nantinya akan dianalisis
apakah sudah dikerjakan sesuai SOP, lain apakah mengacu dengan keinginan
pelanggan atau perlu menggunakan benchmark
standard.
2.
Design the evaluation tools, mendesain
perangkat analisis terhadap standar layanan tersebut. Apakah secara
minimal telah dilakukan oleh para front
liner layanan perusahaan.
3. Determine scenario, menentukan skenario yang ingin dilakukan melalui survei mystery shopper. Skenario ini disesuaikan dengan perangkat evaluasi yang telah didesain sebelumnya.
4. Specify reporting needs, skenario yang telah disusun akan
dilanjutkan dengan pelaporan hasil survei secara spesifik dan dimungkinkan
untuk dikuantitatifkan untuk dibuat scoring, ranking, dan tracking.
5. Hire/Train Shoppers, setelah skenario dan sistem
pelaporan dibuat, kemudian dilanjutkan
dengan rekrutmen para shopper yang bertindak seperti layaknya pelanggan. Para shopper akan disesuaikan dengan karakter pelanggan, baik
penampilan, aksen, maupun akseptabilitas
secara khusus.
6. Conduct a baseline study, pelaksanaan MS sebagai landasan studi penilaian atas mutu layanan yang telah diberikan.
Namun pada MS ini para front liner layanan perusahaan (klien) tidak diberitahukan sebelumnya agar landasan penilaian awal lebih natural.
7. Share result, hasil penilaian dan analisis MS dikonsultasikan bersama dengan para front liner layanan untuk memperbaiki mutu
layanan yang kurang dan mempertahankan yang telah baik atau sesuai standar.
8. Set goals, menyiapkan tujuan perbaikan mutu layanan yang berkelanjutan.
9. Train, melatih para front liner layanan oleh internal perusahaan.
10. Repeat the study, mengulang MS kembali dengan
memberitahukan sebelumnya untuk mengevaluasi dan penilaian atas hasil pelatihan yang telah dilakukan para front liner.
d. Analisis Data
Sebelum melakukan
analisis data, terlebih dahulu dilakukan tahapan pra analisis data berupa
penyuntingan, verifikasi, dan tabulasi data. Pasca pengumpulan data dilapangan
merupakan proses memasuki tahapan
pra-analisis. Tabulasi data biasanya
memang tidak dimasukkan dalam prosedur analisis data riset karena belum
mengungkapkan hubungan data hasil riset. Namun sedikitnya tabulasi data ini
dapat menyajikan pra analisis berupa ukuran deskriptif masing-masing variable
pengamatan. Tahapan lapangan di-entry pada program computer. Dahulu sebelum
program computer berkembang, data hasil
survey dikumpulkan dan analisis secara manual. Tentunya hal ini akan merepotkan
untuk survey yang melibatkan banyak responden. Dalam tahapan tabulasi dapat
diperoleh ringkasan ukuran statistic deskriptif sebagai pra-analisis. Meski
beberapa buku riset berbeda pendapat,apakah bagian dari tabulasi data ataukah
sudah masuk analisis data. Dalam ringkasan statistic deskriptif, data
dijelaskan karateristiknya secara kuantitatif yang ringkas. Pra-analisis ini
akan membantu periset menyajikan ribuan data dalam bentuk yang lebih mudah
dipahami dan lebih cepat dimengerti. Lebih lanjut, tahapan analisis data yang masih menggunakan statistik deskriptif dapat menyajikan
informasi data dalam bentuk tabel dan visualisasi bagan, diagram, atau
grafik. Selain menyajikan data mentah menjadi lebih informatif, juga
mempermudah proses analisis data. Analisis data menggunakan tabel deskriptif dan visualisasi diagram ini akan
sangat membantu bagi praktisi yang
awam dengan pengujian statistik. Karena cukup mudah mengolahnya tanpa
perlu mengernyitkan dahi dengan rumus-rumus
statistik. Atau menggunakan statistical software yang membutuhkan waktu untuk mempelajarinya. Dan tidak perlu khawatir, karena lembaga riset profesional pun
menggunakan tabel-tabel deskriptif
sederhana dan visualisasi diagram untuk mendeskripsikan hasil-hasil risetnya.
Hasil riset kuantitatif yang terkait
dengan fakta, informasi, pendapat, dan persepsi
responden umumnya dapat disajikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut
berisikan kolom kategori dari suatu variabel beserta kolom jumlah dan frekuensi.
Adakalanya ditambahkan kolom frekuensi
kumulatif. Untuk variabel berisi data metrik dapat juga dibuatkan tabel,
namun data tersebut dikategorisasikan atau dibuat
kelas-kelasnya terlebih dahulu. Jenis tabel sendiri tidak terlalu
banyak, yakni tabel satu arah dan tabel tabulasi silang (cross tabulation) dua arah atau lebih.
Selain tabel, informasi juga dapat ditampilkan lebih menarik dengan bentuk atau visualisasi diagram (bagan/grafik). Namun menampilkan data dalam bentuk diagram, baik melalui
program MS Excel, Visio, atau program lainnya, perlu memerhatikan karakteristik
dari data tersebut. Di sebuah artikel,
Rhenald Kasali mengomentari sering terjadinya tampilan diagram (chart) yang tidak menunjukkan tidak adanya hubungan dengan data yang dipresentasikan. Misalnya, data
hasil riset menunjukkan pertumbuhan
jumlah pemakai Internet di Indonesia, namun teknik visual yang dibuat
berbentuk pie chart. Alhasil,
visualnya jadi tidak "berbunyi",
bahkan bisa membingungkan (detik.com, 2000).
Di bawah ini, beberapa visualisasi
diagram pemasaran yang sering dibuat untuk analisis data dan laporan riset
pemasaran menggunakan fasilitas CHART pada
MS Excel.
1. Pie Chart
Pie Chart atau diagram kue yang
berbentuk lingkaran ini diperuntukkan bagi visualisasi
data proporsi atau persentase dari beberapa kategori.
Cocok dipakai jika datanya menunjukkan hubungan
(relation) antara suatu kategori dengan kategori lain secara keseluruhan. Hindari menggunakan pie chart apabila terlalu banyak kategori yang akan ditampilkan. Gunakan saja tabel atau tabulasi data
untuk memudahkan membaca proporsi data dari masing-masing
kategori. Pie chart dapat
divariasikan dalam bentuk tiga
dimensi, bagian pie yang terbelah (exploded pie), atau bentuk donat (doughnut).
2. Bar Chart
Bar Chart atau diagram batang
digunakan apabila hubungan antar datanya berupa ranking, persamaan, korelasi. atau
perbandingan. Ringkasnya, diagram ini berfungsi untuk menunjukkan perbandingan (comparison) antara satu kelas dengan kelas yang
lain dalam satu atau beberapa variabel.
Diagram batang dapat divariasikan dalam tampilan baris/kolom, bentuk
terbagi (stacked bar), atau
bentuk bar-line chart seperti pareto charts.
3. Line
Chart
Line graph atau grafik garis digunakan
untuk menunjukkan hubungan antar data berupa pertumbuhan, flukluasi, alau
pertambahan/ pengurangan. Diagram garis
yang paling sederhana cukup menampilkan nilai dari masing-masing kategori.
Berbeda dengan grafik batang, pada grafik garis kita akan mudah melihat
fluktuasi.
4. Scatter Plot Diagram IPA
Scatter plot diagram atau diagram titik digunakan jika ada suatu variabel yang menunjukkan korelasi dengan variabel lainnya, baik positif
atau negatif. Atau variabelnya itu
tidak menunjukkan hubungan apapun
dengan lainnya. Scatter diagram ini biasanya dipakai jika ada plot-plot kecil yang menunjukkan data
riset tersebut. Lalu, dari plot-plot ini
ditarik suatu garis yang akhirnya membuat plot terscbut jauh lebih gampang untuk dimengerti. Contoh
analisis data yang informatif menggunakan scatter plot adalah
diagram Important Perfomace Analysis (IPA). IPA merupakan diagram yang memetakan kinerja (perfomance)
suatu produk atau merek dengan tingkat kepentingan atau harapan di mata
konsumen. Sama seperti diagram titik (kartesius) dengan dua sumbu x dan sumbu y pada umumnya. Namun untuk lebih informatif, diagram dibagi empat bagian untuk mempermudah analisis dan rekomendasi strategisnya.
5. Diagram Jaring Laba-laba
Untuk memperbandingkan perceived quality dari
berbagai merek produk, analisis data dapat lebih informatif dan menank
dengan menggunakan diagram jaring laba-laba. Diagram ini berbentuk segi
"n" yang ditarik garis-garis simetris dan plot garis dari sumbu utama menyerupai jaring laba-laba. Plot garis ini
berfungsi untuk memperbandingkan skor
rata-rata perceived quality dari
ke-n merek produk. Diagram ini
mudah dibuat menggunakan fasilitas CHART dari MS Excel tipe radar. Namun sebelumnya rata-rata skor perceived quality dari n merek
ini telah disiapkan.
6. Diagram Semantic Differential
Diagram ini biasa digunakan apabila kita menginginkan analisis perbandingan parameter-parameter dari suatu merek/produk dengan kompetitornya. Perbandingan ini dapat membantu menggali keunikan dan keunggulan kompetitif (competitive advantage) dengan kompetitor dekat atau dengan
market leader sebagai strategi benchmarking. Yang perlu disiapkan
sebelumnya adalah desain kuesioner menggunakan skala semantic
deferential. Fasilitas CHART MS Excel yang digunakan adalah tipe scatter
with data points connected by lines.
e. Laporan Akhir Hasil Riset
Tahapan akhir dari seluruh
proses riset pemasaran adalah penyusunan laporan akhir
sekaligus mempreserasikannya di depan klien atau pengguna.
Menurut Wong Toon Quee (1999), tujuan utama dari laporan
akhir riset pemasaran adalah menyampaikan hasil
riset dan kesimpulan yang diperoleh, serta rekomendasi jika diperlukan dengan cara yang jelas dan ringkas. Bagi kalangan praktisi,
laporan riset dapat dibuat dengan pendekatan laporan lengkap standar atau populer. Sedangkan bagi kalangan akademisi, laporan riset umumnya sudah memiliki format
standar. Laporan lengkap standar
disusun berdasar sistematika baku dan dijelaskan secara detail. Sedangkan laporan populer itu lebih ringkas, bab-bab metodologi dan analisis teknis lidak disajikan secara
detail. Bagi riset profesional,
kedua jenis laporan riset perlu disampaikan bagi pihak klien. Hanya saja, laporan populer disiapkan untuk sajian presentasi dan laporan lengkap beserta data riset
penunjang (soft/hard copy) sebagai laporan keseluruhan riset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar