Translate

Selasa, 22 Januari 2013

Evaluasi Kinerja 2



F.    Model Evaluasi Kinerja

Baik para teoretisi yang berusaha mengembangkan teori manajemen sumber daya manusia maupun praktisi yang menerapkannya dalam praktek sama-sama berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan aspek yang sangat penting dari manajemen sumber daya manusia.
Secara teoretikal, berbagai metode dan teknik tersebut mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai prestasi  kerja para pegawai secara obyektif untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu yang hasilnya bermanfaat baik bagi organisasi, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai yang bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan kariernya.
Untuk mencapai kedua sasaran utama tersebut, pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai metode penilaian itu menjadi sangat penting. Harus ditekankan bahwa pemahaman tersebut menyangkut baik kebaikan maupun kekurangannya.
Berbagai metode yang dewasa ini dikenal dan banyak digunakan adalah sebagai berikut :
1.    Metode “skala peringkat”, metode ini merupakan metode tertua dan paling banyak  digunakan dalam menilai prestasi kerja para pegawai di masa lalu meskipun diakui bahwa metode ini sesungguhnya bersifat subyektif.
Cara penggunaannya ialah :
a.    Pada lembaran penilaian terhadap kolom yang berisikan faktor-faktor yang dinilai. Jumlah dan jenis faktor-faktor tersebut dapat berbeda dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain, tergantung pada segi-segi pekerjaan apa yang dipandang kritikal dalam mengukur keberhasilan  seseorang menunaikan kewajibannya, seperti kesetiaan, prakarsa, kerajinan, ketekunan, sikap, kerjasama, kepemimpinan, kejujuran, ketelitian, kecermatan dan kerapian.
b.    Pada kolom lain dari  lembaran penilaian itu terdapat kategori penilaian yang diisi oleh penilai. Kategori tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk amat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang. Cara lain ialah dengan memberikan angka, misalnya :
90 – 100   untuk amat baik
80 – 89     untuk baik,
70 – 79     untuk cukup
60 – 69     untuk kurang
0   – 59     untuk sangat kurang                      

2.    Metode “checklist”, metode ini sering digunakan dalam menilai prestasi kerja di masa lalu. Dengan metode ini bagian kepegawaian mempersiapkan formulir isian yang mengandung :
a.    Nama pegawai yang dinilai
b.    Bagian dimana pegawai bekerja
c.    Nama dan jabatan penilai
d.    Tanggal penilaian dilakukan
e.    Faktor-faktor yang dinilai dengan sorotan perhatian terutama ditujukan pada aspek-aspek kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas.
Yang menarik ialah bahwa dalam “checklist” yang dipersiapkan segi-segi penyelesaian tugas yang sifatnya kritikal tersebut dalam banyak hal serupa dengan faktor-faktor keberhasilan yang dinilai dengan menggunakan  berbagai teknik lainnya.
Yang membedakan metode ini dari berbagai metode lainnya yang sekaligus merupakan kekuatannya ialah bahwa faktor-faktor yang dinilai  diberi bobot tertentu. Bobot untuk berbagai faktor berbeda dari satu jenis pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Pembobotan demikian dipandang sebagai kelebihan metode ini karena dengan sistem pembobotan itu penilaian benar-benar terkait dengan tugas pekerjaan seseorang.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa metode ini pun tidak bebas dari berbagai kelemahan seperti kecenderungan  penilaian yang bersifat subyektif, interpretasi yang tidak tepat tentang faktor yang dinilai  dan cara pembobotan yang kurang tepat.

3.    Metode pilihan terarah, metode ini mengandung serangkaian pernyataan, baik yang bersifat positif maupun negatif, tentang pegawai yang dinilai. Pernyataan tersebut menyangkut berbagai faktor seperti kemampuan belajar, prestasi kerja, hubungan kerja dan berbagai faktor lainnya yang biasanya menggambarkan sikap dan perilaku yang bersangkutan.
Dalam penggunaannya, berbagai pernyataan tersebut disusun “berpasangan”, seperti :
a.    Kemampuan belajar dengan cepat berpasangan dengan kerja keras.
b.    Hasil pekerjaan yang memuaskan berpasangan dengan prestasi kerja yang dapat menjadi contoh bagi pekerjaan lain.
c.    Mampu bekerja dalam tim berpasangan dengan senang bergaul
Berbagai pernyataan negatif yang dibuat berpasangan , misalnya
a.    Sering mangkir berpasangan dengan sering terlambat.
b.    Tidak tanggap berpasangan dengan menunjukkan kecenderungan  malas
Jumlah pernyataan tergantung pada banyak hal seperti segi-segi sikap dan keperilakuan apa yang dianggap penting untuk dinilai, jenis pekerjaan, jumlah pegawai yang dinilai dan lain sebagainya.

4.    Metode insiden kritikal, ialah peristiwa tertentu yang terjadi dalam rangka pelaksanaan  tugas seorang pegawai yang menggambarkan  perilaku pegawai yang bersangkutan, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Agar metode ini bermanfaat bagi organisasi  dan pegawai yang dinilai, penilai harus secara kontinu mencatat berbagai insiden yang terjadi. Akan tetapi kenyataan dan pengalaman  banyak orang menunjukkan bahwa para penilai tidak serajin semestinya melakukan pencatatan.  Biasanya yang terjadi ialah bahwa buku catatan yang sengaja disediakan untuk mencatat berbagai peristiwa itu baru diisi oleh penilai  apabila masa penilaian sudah dekat atau sudah tiba. Tindakan penilai yang demikianlah yang sering dianggap sebagai titik lemah metode ini karena :
a.    Hanya insiden yang baru terjadi saja yang tercatat dengan rapi dan lengkap karena masih dalam ingatan penilai yang bersangkutan.
b.    Apabila perilaku negatif yang banyak tercatat, para pegawai akan merasa dirugikan yang pada gilirannya dapat menimbulkan persepsi bahwa penilai tidak sudi melupakan peristiwa negatif tertentu meskipun sudah lama terjadi.
Kunci keberhasilan penggunaan metode ini terletak pada ketekunan dan ketelitian para pejabat penilai untuk mencatat semua insiden kritikal yang relevan secara kontinu karena hanya  dengan demikianlah obyektivitas dalam penilaian  dapat diwujudkan.
5.    Metode Skala peringkat yang dikaitkan dengan perilaku, ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja pegawai untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengkaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subyektivitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi kerja, yang baik maupun yang kurang memuaskan, dibuat oleh pekerja sendiri, rekan sekerja dan atasan langsung masing-masing. Deskripsi demikian memungkinkan bagian kepegawaian  menyusun berbagai kategori perilaku pegawai dikaitkan dengan prestasi kerja.
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu :
a.    Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
b.    Menentukan kategori prestasi kerja seseorang untuk dikaitkan dengan skala peringkat tersebut di atas
c.    Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku pegawai yang dinilai terlihat dengan jelas.

6.    Metode “evaluasi lapangan”. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang subyektif mungkin dalam mengukur prestasi kerja pegawai perlu diusahakan. Berarti subyektivitas penilai harus dihilangkan, paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin.di samping itu diperlukan teknik penilaian yang baku karena hasil penilaian prestasi kerja seorang pegawai harus dapat dibandingkan dengan hasil penilaian prestasi kerja pegawai lain sepanjang hal itu dapat dilakukan. Salah satu cara untuk menjamin hal itu terjadi ialah dengan menggunakan metode evaluasi lapangan. Penggunaan metode ini meletakkan tanggungjawab utama dalam melakukan penilaian pada para ahli penilaian yang tertugas di bagian kepegawaian.
Metode evaluasi lapangan mempunyai kelemahan sebagai berikut :
a.    Penilai, meskipun seorang ahli, tetap tidak bebas dari bias tertentu.
b.    Bagi organisasi besar menjadi mahal karena harus mendatangkan ahli penilai ke tempat pelaksana tugas.

7.    Metode “Tes dan Observasi”. Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya pegawai yang dinilai diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal  seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktek yang langsung diamati oleh penilai.
Kebaikan metode ini terletak pada keterkaitan langsung antara prestasi kerja dengan tugas pekerjaan seseorang. Kebaikan lainnya ialah bahwa prinsip standarisasi dapat dipegang teguh. Hanya saja metode ini memerlukan biaya yang tidak sedikit bukan hanya dalam penyediaan alat tes seperti simulator yang diperlukan, akan tetapi juga untuk mendatangkan penilai dari luar organisasi.

8.    Metode “Pendekatan-pendekatan yang bersifat komparatif”. Metode ini mengutamakan pembandingan prestasi seorang dengan pegawai lain  yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji atau upah, promosi dan pemberian berbagai bentuk  imbalan kepada pegawai. Alasannya ialah bahwa perbandingan tersebut dapat disusun peringkat pegawai dilihat dari sudut prestasi kerjanya.



F.    Siapa yang berhak menilai

Pejabat penilai yang bertugas untuk memberikan penilaian Kinerja Pegawai dilingkungan instansi pemerintah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
1.    Pejabat penilai adalah atasan langsung pegawai yang dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain  yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing.
2.    Pejabat Penilai menilai Pegawai Negeri yang secara langsung berada di bawahnya.
3.    Seorang Pejabat Penilai barulah dapat memberikan penilaian apabila ia telah membawahi Pegawai Negeri yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Ketentuan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pejabat Penilai untuk mengenal dengan baik Pegawai yang dinilai sehingga dengan demikian diharapkan adanya obyektifitas di dalam memberikan penilaian.
4.    Apabila Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk suatu mutasi kepegawaian, sedang Pejabat Penilai belum 6 bulan membawahi Pegawai Negeri yang dinilai, maka pejabat penilai tersebut dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh pejabat lama.
5.    Setiap Pejabat Penilai berkewajiban melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap Pegawai Negeri yang secara langsung berada di bawahnya.
6.    Setiap pejabat penilai berkewajiban mengisi dan memelihara buku catatan penilaian.

G.   Format Evaluasi Kinerja
Evaluasi Kinerja adalah Penilaian terhadap kualitas Kinerja Pegawai. Mutu Kinerja diukur dengan menggunakan jenjang ordinal 5 (lima) tingkatan terdiri dari 5 skala  :  skala 1 sangat tidak setuju, skala 2 tidak setuju, skala 3 Netral,  skala 4 setuju, skala 5 sangat setuju.        
Kriteria objektif ;
1.    Jumlah pertanyaan 10  point, nilai skala pertanyaan 1 – 5
2.    Skor tertinggi  10 x 5  =  50 ( 100 %)
3.    Skor terendah  10  X 1 = 10,  10/50 X 100 % = 20 %
4.    kisaran range  100 % - 20 % = 80 %
5.    Interval 1,  range / kategori  80 % / 5 =  16 %
6.    Interval 1,  100 % - 16 % = 84 %
Jadi kriteria objektifnya adalah  jika jawaban responden ³ 84 %  kinerja pegawai dapat dikatakan baik. Jika jawaban responden dibawah 84 %  berarti kinerja pegawai tidak baik.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar