F. Model
Evaluasi Kinerja
Baik para teoretisi yang
berusaha mengembangkan teori manajemen sumber daya manusia maupun praktisi yang
menerapkannya dalam praktek sama-sama berpendapat bahwa penilaian prestasi
kerja para pegawai merupakan aspek yang sangat penting dari manajemen sumber
daya manusia.
Secara teoretikal,
berbagai metode dan teknik tersebut mempunyai sasaran yang sama, yaitu menilai
prestasi kerja para pegawai secara
obyektif untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu yang hasilnya bermanfaat
baik bagi organisasi, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai yang
bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan kariernya.
Untuk mencapai kedua
sasaran utama tersebut, pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai metode
penilaian itu menjadi sangat penting. Harus ditekankan bahwa pemahaman tersebut
menyangkut baik kebaikan maupun kekurangannya.
Berbagai metode yang
dewasa ini dikenal dan banyak digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Metode
“skala peringkat”, metode ini merupakan metode tertua dan paling banyak digunakan dalam menilai prestasi kerja para
pegawai di masa lalu meskipun diakui bahwa metode ini sesungguhnya bersifat
subyektif.
Cara penggunaannya ialah :
a.
Pada lembaran penilaian terhadap kolom yang berisikan
faktor-faktor yang dinilai. Jumlah dan jenis faktor-faktor tersebut dapat
berbeda dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain, tergantung pada
segi-segi pekerjaan apa yang dipandang kritikal dalam mengukur
keberhasilan seseorang menunaikan
kewajibannya, seperti kesetiaan, prakarsa, kerajinan, ketekunan, sikap,
kerjasama, kepemimpinan, kejujuran, ketelitian, kecermatan dan kerapian.
b.
Pada kolom lain dari
lembaran penilaian itu terdapat kategori penilaian yang diisi oleh
penilai. Kategori tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk amat
baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang. Cara lain ialah dengan memberikan angka, misalnya :
90 – 100 untuk amat baik
80 – 89 untuk baik,
70 – 79 untuk cukup
60 – 69 untuk kurang
0 – 59 untuk
sangat kurang
2.
Metode “checklist”, metode ini sering digunakan dalam
menilai prestasi kerja di masa lalu. Dengan metode ini bagian kepegawaian
mempersiapkan formulir isian yang mengandung :
a.
Nama
pegawai yang dinilai
b.
Bagian
dimana pegawai bekerja
c.
Nama
dan jabatan penilai
d.
Tanggal
penilaian dilakukan
e.
Faktor-faktor
yang dinilai dengan sorotan perhatian terutama ditujukan pada aspek-aspek
kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas.
Yang menarik ialah bahwa
dalam “checklist” yang dipersiapkan segi-segi penyelesaian tugas yang sifatnya
kritikal tersebut dalam banyak hal serupa dengan faktor-faktor keberhasilan
yang dinilai dengan menggunakan berbagai
teknik lainnya.
Yang membedakan metode ini
dari berbagai metode lainnya yang sekaligus merupakan kekuatannya ialah bahwa
faktor-faktor yang dinilai diberi bobot
tertentu. Bobot untuk berbagai faktor berbeda dari satu jenis pekerjaan ke
pekerjaan yang lain. Pembobotan demikian dipandang sebagai kelebihan metode ini
karena dengan sistem pembobotan itu penilaian benar-benar terkait dengan tugas
pekerjaan seseorang.
Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa metode ini pun tidak bebas dari berbagai kelemahan seperti
kecenderungan penilaian yang bersifat
subyektif, interpretasi yang tidak tepat tentang faktor yang dinilai dan cara pembobotan yang kurang tepat.
3.
Metode
pilihan terarah, metode ini mengandung serangkaian pernyataan, baik yang
bersifat positif maupun negatif, tentang pegawai yang dinilai. Pernyataan tersebut
menyangkut berbagai faktor seperti kemampuan belajar, prestasi kerja, hubungan
kerja dan berbagai faktor lainnya yang biasanya menggambarkan sikap dan
perilaku yang bersangkutan.
Dalam penggunaannya,
berbagai pernyataan tersebut disusun “berpasangan”, seperti :
a.
Kemampuan belajar dengan cepat berpasangan dengan kerja
keras.
b.
Hasil pekerjaan yang memuaskan berpasangan dengan
prestasi kerja yang dapat menjadi contoh bagi pekerjaan lain.
c.
Mampu bekerja dalam tim berpasangan dengan senang bergaul
Berbagai pernyataan negatif yang dibuat berpasangan , misalnya
a.
Sering mangkir berpasangan dengan sering terlambat.
b.
Tidak tanggap berpasangan dengan menunjukkan
kecenderungan malas
Jumlah pernyataan
tergantung pada banyak hal seperti segi-segi sikap dan keperilakuan apa yang
dianggap penting untuk dinilai, jenis pekerjaan, jumlah pegawai yang dinilai
dan lain sebagainya.
4.
Metode
insiden kritikal, ialah peristiwa tertentu yang terjadi dalam rangka
pelaksanaan tugas seorang pegawai yang
menggambarkan perilaku pegawai yang
bersangkutan, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Agar metode ini
bermanfaat bagi organisasi dan pegawai
yang dinilai, penilai harus secara kontinu mencatat berbagai insiden yang
terjadi. Akan tetapi kenyataan dan pengalaman
banyak orang menunjukkan bahwa para penilai tidak serajin semestinya
melakukan pencatatan. Biasanya yang
terjadi ialah bahwa buku catatan yang sengaja disediakan untuk mencatat
berbagai peristiwa itu baru diisi oleh penilai
apabila masa penilaian sudah dekat atau sudah tiba. Tindakan
penilai yang demikianlah yang sering dianggap sebagai titik lemah metode ini
karena :
a.
Hanya insiden yang baru terjadi saja yang tercatat dengan
rapi dan lengkap karena masih dalam ingatan penilai yang bersangkutan.
b.
Apabila
perilaku negatif yang banyak tercatat, para pegawai akan merasa dirugikan yang
pada gilirannya dapat menimbulkan persepsi bahwa penilai tidak sudi melupakan
peristiwa negatif tertentu meskipun sudah lama terjadi.
Kunci keberhasilan
penggunaan metode ini terletak pada ketekunan dan ketelitian para pejabat
penilai untuk mencatat semua insiden kritikal yang relevan secara kontinu
karena hanya dengan demikianlah
obyektivitas dalam penilaian dapat diwujudkan.
5.
Metode
Skala peringkat yang dikaitkan dengan perilaku, ini merupakan suatu cara
penilaian prestasi kerja pegawai untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu
dengan mengkaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu.
Salah satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subyektivitas dalam
penilaian. Deskripsi prestasi kerja, yang baik maupun yang kurang memuaskan,
dibuat oleh pekerja sendiri, rekan sekerja dan atasan langsung masing-masing.
Deskripsi demikian memungkinkan bagian kepegawaian menyusun berbagai kategori perilaku pegawai
dikaitkan dengan prestasi kerja.
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu :
a.
Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
b.
Menentukan kategori prestasi kerja seseorang untuk
dikaitkan dengan skala peringkat tersebut di atas
c.
Uraian
prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku pegawai yang
dinilai terlihat dengan jelas.
6.
Metode
“evaluasi lapangan”. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang subyektif mungkin
dalam mengukur prestasi kerja pegawai perlu diusahakan. Berarti subyektivitas
penilai harus dihilangkan, paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin.di
samping itu diperlukan teknik penilaian yang baku karena hasil penilaian prestasi kerja
seorang pegawai harus dapat dibandingkan dengan hasil penilaian prestasi kerja
pegawai lain sepanjang hal itu dapat dilakukan. Salah satu cara untuk menjamin
hal itu terjadi ialah dengan menggunakan metode evaluasi lapangan. Penggunaan
metode ini meletakkan tanggungjawab utama dalam melakukan penilaian pada para
ahli penilaian yang tertugas di bagian kepegawaian.
Metode evaluasi lapangan mempunyai kelemahan sebagai berikut :
a.
Penilai,
meskipun seorang ahli, tetap tidak bebas dari bias tertentu.
b.
Bagi
organisasi besar menjadi mahal karena harus mendatangkan ahli penilai ke tempat
pelaksana tugas.
7.
Metode “Tes dan Observasi”. Untuk jenis-jenis pekerjaan
tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya pegawai yang dinilai
diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur
dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
praktek yang langsung diamati oleh penilai.
Kebaikan metode ini terletak pada keterkaitan langsung antara prestasi
kerja dengan tugas pekerjaan seseorang. Kebaikan lainnya ialah bahwa prinsip
standarisasi dapat dipegang teguh. Hanya saja metode ini memerlukan biaya yang
tidak sedikit bukan hanya dalam penyediaan alat tes seperti simulator yang
diperlukan, akan tetapi juga untuk mendatangkan penilai dari luar organisasi.
8.
Metode “Pendekatan-pendekatan yang bersifat komparatif”.
Metode ini mengutamakan pembandingan prestasi seorang dengan pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia
dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji atau upah,
promosi dan pemberian berbagai bentuk
imbalan kepada pegawai. Alasannya ialah bahwa perbandingan tersebut
dapat disusun peringkat pegawai dilihat dari sudut prestasi kerjanya.
F.
Siapa
yang berhak menilai
Pejabat penilai yang
bertugas untuk memberikan penilaian Kinerja Pegawai dilingkungan instansi
pemerintah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.
1.
Pejabat
penilai adalah atasan langsung pegawai yang dinilai, dengan ketentuan
serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan
lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen, dan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing.
2.
Pejabat
Penilai menilai Pegawai Negeri yang secara langsung berada di bawahnya.
3.
Seorang
Pejabat Penilai barulah dapat memberikan penilaian apabila ia telah membawahi
Pegawai Negeri yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Ketentuan
ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pejabat Penilai untuk mengenal dengan
baik Pegawai yang dinilai sehingga dengan demikian diharapkan adanya
obyektifitas di dalam memberikan penilaian.
4.
Apabila
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk suatu mutasi
kepegawaian, sedang Pejabat Penilai belum 6 bulan membawahi Pegawai Negeri yang
dinilai, maka pejabat penilai tersebut dapat melakukan penilaian pelaksanaan
pekerjaan dengan menggunakan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh pejabat lama.
5.
Setiap
Pejabat Penilai berkewajiban melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap
Pegawai Negeri yang secara langsung berada di bawahnya.
6.
Setiap
pejabat penilai berkewajiban mengisi dan memelihara buku catatan penilaian.
G.
Format Evaluasi Kinerja
Evaluasi Kinerja adalah Penilaian terhadap kualitas
Kinerja Pegawai. Mutu Kinerja diukur dengan
menggunakan jenjang ordinal 5 (lima) tingkatan terdiri dari 5 skala :
skala 1 sangat tidak setuju, skala 2 tidak setuju, skala 3 Netral, skala 4 setuju, skala 5 sangat setuju.
Kriteria
objektif ;
1.
Jumlah pertanyaan 10
point, nilai skala pertanyaan 1 – 5
2.
Skor
tertinggi 10 x 5 = 50 (
100 %)
3.
Skor
terendah 10 X 1 = 10,
10/50 X 100 % = 20 %
4.
kisaran
range 100 % - 20 % = 80 %
5.
Interval
1, range / kategori 80 % / 5 =
16 %
6.
Interval
1, 100 % - 16 % = 84 %
Jadi
kriteria objektifnya adalah jika jawaban
responden ³ 84
% kinerja pegawai dapat dikatakan baik. Jika jawaban responden dibawah 84
% berarti kinerja pegawai tidak baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar