Translate

Rabu, 30 Januari 2013

PENETAPAN HARGA





PENETAPAN HARGA

            Strategi  penetapan harga merupakan topik yang sering kurang dimengerti untuk banyak manajer  perusahaan. Banyak manajer terlalu optimis terhadap permintaan akan banyak produk atau jasa mereka maupun terhadap harga yang mereka tetapkan atas produk atau jasa tersebut.
            Sedikit manajer yang menyadari bahwa kebijakan penetapan harga merupakan bagian penting dari rencana usaha, yang harus disusun guna membuktikan bahwa  perusahaan akan mampu menghidupi pemilik maupun karyawan, serta menghasilkan laba yang layak atas uang yang telah ditanamkan.
            Jika uang tersebut diperoleh dari pinjaman, berarti ada bunga yang harus dibayarkan dan pihak kreditor akan merasa perlu untuk mengkaji rencana usaha yang ---dalam beberapa hal --- menjadi satu-satunya jaminan mereka dalam memberikan pinjaman.
            Oleh karena itu, masalah penetapan harga merupakan bagian dan barangkali bahkan merupakan salah satu unsur penting dari pendekatan disiplin dalam menjalankan usaha. Selain itu masalah penetapan harga mencakup segala usaha untuk mencocokkan biaya dan volume penjualan dengan harga yang bersedia dibayar oleh pembeli sedemikian rupa sehingga mampu  memberi nafkah bagi pemilik usaha, menyediakan lapangan kerja yang layak bagi karyawan dan  memberikan laba bagi pembiayaan usaha di  masa depan dan --- dalam hal unit usaha yang besar --- membayar deviden bagi para pemegang saham.
            Harga suatu barang lebih ditentukan oleh pandangan orang mengenai nilai barang itu. Jadi tidak serta merta terkait secara langsung dengan biaya pembuatan barang tersebut.
            Itulah sebabnya mengapa gagasan-gagasan yang baik cenderung tidak komersial, karena biaya pembuatan dan pemasarannya melampaui kesediaan orang untuk membayar. Biaya pembuatan suatu barang ataupun pengadaan suatu jasa pelayanan, harus benar-benar dihitung secara cermat dan diperbandingkan dengan harga pasar sedemikian rupa sehingga kita dapat memperkirakan rentabilitasnya.


Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa pengertian sebagai berikut :
1.      Harga adalah jumlah uang yang bersedia dibayar oleh pembeli dan bersedia diterima oleh penjual.
2.      Laba adalah jumlah uang yang tersedia untuk membiayai pergantian peralatan, perluasan usaha dan deviden bagi pemegang saham
3.      Harga tidak semata-mata terdiri dari perkiraan biaya ditambah laba.

A.        Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Bila Menetapkan Harga.

Sebelum menetapkan harga jual, ada empat hal yang  harus diperhatikan :

1.            Selidikilah harga pasar dari produk yang bersangkutan melalui riset pasar dan dengan mengacu pada harga yang ditetapkan pesaing untuk produk sejenis.
2.            Pastikan juga besarnya pasar dan besarnya segmen pasar atau volume penjualan yang realistis bagi produk yang akan dipasarkan.
3.            Hitunglah biaya pembelian atau pembuatan produk serta biaya pemasarannya, yang dalam hal ini adalah biya langsung dan kurangkanlah dari harga pasar guna menentukan jumlah laba kotor yang mungkin diperoleh.
4.            Hitunglah tingkat penjualan yang menjamin titik impas (breakevent) pada harga pasar yang berlaku yaitu volume penjualan yang harus  dicapai agar terhindar dari kerugian.

            Setelah memenuhi keempat kriteria tersebut di atas, kita dapat menetapkan harga pasar dengan penuh keyakinan bahwa segala  perkiraan kita akan dapat terealisasi dan perusahaan akan  mendapatkan laba.

Riset pasar dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1.            Menggali informasi secara luas dari beberapa buku-buku acuan ataupun hasil survei perdagangan yang banyak tersedia di perpustakaan
2.            Survei door to door (dari rumah ke rumah), melalui wawancara di jalan atau dengan menganalisis daftar barang-barang dagangan.

             Riset pasar memang melelahkan dan memerlukan waktu yang tidak sedikit, tetapi jelas sangat berperan penting dalam penyusunan rencana usaha yang logis. Setelah menetapkan harga jual yang diinginkan dan  mendapatkan gambaran mengenai besarnya segmen pasar, perhatikanlah dengan seksama laba kotor yang mungkin diraih. Dalam hal ini, hitunglah biaya langsung untuk masing-masing produk, yang mungkin terdiri atas biaya pembelian barang dari grosir atau biaya-biaya pembelian bahan mentah dan komponen yang diperlukan untuk membuat barang tersebut. Kemudian, kurangkanlah biaya langsung tersebut dari harga jual yang ditetapkan sehingga diperoleh laba kotor.
            Kadang-kadang akan lebih mudah bila laba kotor dinyatakan sebagai presentase terhadap harga jual.
            Sekarang kita dapat menilai apakah produk-produk tersebut cukup menguntungkan untuk dijual ataupun diproduksi. Untuk itu,  hitunglah titik impas untuk masing-masing produk. Caranya adalah dengan  membagi biaya operasi dengan laba kotor per unit.
            Seorang pengecer  dapat mengetahui jumlah total penjualan yang harus dipenuhi agar memperoleh laba. Jika dia menetapkan jumlah laba yang diinginkan, dia dapat membuat rencana pemasaran untuk merealisasikannya. Pihak pabrikan dapat juga melakukan hal yang sama tetapi dia juga harus memastikan bahwa kapasitas pabrik dan peralatannya, di samping kapasitas tenaga kerjanya, cukup memadai untuk memproduksi jumlah barang yang ingin dijualnya.
            Titik impas dapat dinyatakan sebagai persentase terhadap kapasitas produksi. Tidak jarang pengusaha yang  menetapkan titik impas 80 % terhadap kapasitas produksinya. Ini, sesungguhnya berarti bahwa pabrik beroperasi dari Senin hingga Kamis untuk menutup biaya operasi dan Jum’at untuk memperoleh laba. Akan tetapi, dalam menetapkan persentase tersebut, pastikanlah bahwa kapasitas yang tersedia setelah mencapai titik impas mencukupi untuk mendapatkan laba yang diharapkan.
            Perhatikan bahwa laba tidak akan diperoleh kecuali sebelum tingkat penjualan melampaui batas titik impas. Jadi jelas keliru bila kita menghitung harga semata-mata dengan menambahkan persentase tertentu laba terhadap biaya per unit, dengan anggapan bahwa setiap unit barang akan menghasilkan laba. Mekanisme penetapan harga tidaklah sesederhana itu.
Yang harus diingat adalah :
1.            Laba tidak diperoleh pada penjualan setiap unit barang.
2.            Laba baru diperoleh setelah volume penjualan melampaui batas titik impas.

B.        Pendekatan Umum Dalam Penetapan Harga.

1.         Laba

   Laba bukan hanya dibutuhkan sebagai sumber pemberian deviden bagi para pemegang saham ataupun pengembalian atas  modal pemilik. Melainkan, laba juga berperan sebagai dana pembiayaan penggantian peralatan ataupun penambahan aktiva perusahaan seperti peralatan dan kendaraan bermotor, serta menyediakan dana bagi perluasan usaha. Perluasan atau pertumbuhan usaha selalu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
   Modal yang ditanam dalam perusahaan adalah dana yang tersimpan di bank, jumlah pinjaman dari pihak kreditur  dan nilai kekayaan serta persediaan barang yang disimpan. Keseluruhan jumlah uang ini, selain ditanamkan dalam perusahaan dapat juga dimasukkan sebagai simpanan di bank untuk  mendapatkan bunga atau membangun kondominium untuk mendapatkan sewa. Melalui kedua cara alternatif ini, kita bisa mendapatkan penghasilan dan barangkali juga peningkatan modal tanpa menghadapi resiko sebagaimana halnya bila kita menjalankan kegiatan usaha.
   Jadi, laba sebagai persentase dari modal yang ditanamkan dalam perusahaan harus paling sedikit sama besarnya dengan persentase yang dihasilkan dari bentuk investasi lain. Malah seharusnya jumlah laba yang dihasilkan ini jauh lebih besar sedemikian rupa sehingga mampu mengkompensasi resiko yang dihadapi. Metode penilaian, yang disebut sebagai “pengembalian atas modal” ini sama pentingnya apabila kita ingin meminjam modal baru karena memungkinkan calon investor untuk membandingkan alternatif pilihan antara membuka usaha dan bentuk-bentuk investasi lainnya.
   Meskipun sering dikutip dalam berbagai studi mengenai rentabilitas perusahaan, sesungguhnya angka ini tidak mempunyai arti sama sekali bila dianalisis secara terpisah. Angka ini baru berguna bila kita kaitkan dengan ukuran penjualan sebagai persentase dari  modal yang ditanam.
   Angka tersebut dipakai untuk menunjukkan bahwa posisi yang baik telah tercapai apabila “perputaran modal” mencapai dua kali lipat dan laba mencapai 10% terhadap penjualan. “Perputaran modal sebesar dua kali lipat” berarti bahwa volume penjualan mencapai dua kali lipat dari modal yang ditanam.
   Setelah menetapkan jumlah laba yang diinginkan, maka persoalan berikutnya adalah mencari cara untuk memasukkan unsur laba tadi ke dalam  harga jual. Sebagaimana halnya pada pembebanan biaya operasi, ada banyak cara untuk memperhitungkan unsur laba ke dalam harga jual dan tidak ada satu pun yang benar. Jadi  masalahnya adalah bagaimana mencari rumusan yang paling  menjamin pencapaian sasaran laba secara keseluruhan tetapi tetap mempertahankan harga bersaing untuk  masing-masing barang.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan.
1.                  Laba dihitung sebagai persentase terhadap total biaya, dalam hal ini adalah biaya langsung ditambah biaya operasi.
2.                  Laba dihitung hanya sebagai persentase terhadap biaya langsung.
3.                  Laba dihitung hanya sebagai persentase terhadap biaya operasi.
4.                  Memperhitungkan laba yang diinginkan ke dalam biaya operasi, atau dengan kata lain memasukkannya sebagai bagian dari bea beban.
5.                  Menetapkan laba per unit secara tetap.

           Cara pertama sama saja dengan menghitung persentase terhadap perputaran modal dan karenanya pencapaian laba sangat tergantung pada volume penjualan. Cara ini juga berarti bahwa semakin mahal produk atau pekerjaan yang ditawarkan, akan semakin besar marjin laba yang diperoleh yang tentu saja menyebabkan harga menjadi lebih mahal. Keadaan semacam ini tidak selalu diharapkan.
   Penggunaan persentase terhadap biaya langsung mencerminkan marjin laba yang lebih besar bagi produk atau pekerjaan yang menggunakan atau mengandung lebih banyak bahan baku. Cara ini  menjadi logis dalah hal tingginya biaya penyimpanan persediaan ataupun bahan baku, tatapi perbedaan yang timbul apabila kita menggunakan cara alternatif dalam menghitung harga jelas akan menghadapkan kita pada  masalah yang serius. Dalam hal ini, harga jual bervariasi secara tidak sepadan dengan perubahan harga bahan mentah.
   Metode ketiga, yakni menghitung harga hanya sebagai persentase terhadap biaya langsung mampu menanggulangi problema di atas tetapi di lain pihak mengabaikan masalah biaya penyimpanan persediaan. Bagaimanapun, kadang-kadang cara ini dianggap lebih relevan dalam mencapai sasaran hasil pengembalian atas modal yang layak karena mengkaitkan laba dengan unsur waktu, upah dan biaya eksploitasi. Memasukkan laba sebagai bagian dari bea beban berarti mengkaitkan laba sepenuhnya pada unsur waktu dan hanya cocok untuk industri yang bersifat padat karya yakni apabila upah  merupakan bagian terbesar dari biaya operasi.
   Menghitung laba per unit  secara tetap dapat diterapkan pada industri kecil, dimana laba dapat dihitung untuk setiap meter persegi kain, tanpa peduli pada bentuk rancangannya. Dengan demikian, total laba hanya dipengaruhi oleh jumlah  meter persegi kain yang terjual. Intinya adalah bagaimana mencari sistem perhitungan yang menghasilkan harga bersaing secara konsisten, menciptakan pesanan dan memberikan laba bagi perusahaan. 

2.         Harga Titik Impas (Breakeven)

   Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, harga titik impas berarti bahwa harga jual dihitung dengan terlebih dulu menentukan volume penjualan yang menjamin perusahaan mencapai titik impas dalam rangka mencapai sasaran laba yang diharapkan.
   Metode ini mensyaratkan bahwa kapasitas usaha diketahui dengan pasti. Bagi pihak pabrikan, kapasitas usaha adalah jumlah produk yang dapat dihasilkan sesuai jam kerja normal pada tingkat efisiensi yang memungkinkan. Bagi perusahaan kontraktor, kapasitas usaha adalah jumlah jam kerja atau hari kerja yang tersedia.
   Misalkan kapasitas suatu  pabrikan adalah 6000 unit dan titik impas akan dicapai bila perusahaan beroperasi pada tingkat 60% terhadap kapasitas. Dengan kata lain, titik impas akan tercapai pada volume penjualan sebesar 3600 unit. Jika biaya operasi perusahaan adalah Rp. 15 juta, maka :

Laba kotor akan sebesar Rp. 15 juta dibagi dengan 3600 = Rp. 4.170,-/unit.    
Bila kita tambahkan angka Rp. 4.170,- ini terhadap biaya langsung, akan kita peroleh harga jual per unit untuk produk tersebut.

   Misalkan jumlah jam kerja yang tersedia bagi suatu kontrak kerja adalah 200 hari dan titik impas akan dicapai pada tingkat operasi sebesar 60% terhadap kapasitas. Dengan kata lain, titik impas akan tercapai bila perusahaan beroperasi selama 120 jam. Jika biaya operasi perusahaan adalah Rp. 15 juta, maka :

Laba kotor akan sebesar Rp.15 juta dibagi dengan 120 =Rp.125.000,-/hari.
Bila kita tambahkan angka Rp. 125.000,- ini terhadap biaya langsung, akan kita peroleh harga jual per unit untuk pekerjaan tersebut.

   Dua keunggulan yang akan kita peroleh dari metode titik impas adalah prosedur perhitungannya yang sederhana dan fakta bahwa metode ini menawarkan unsur pengawasan yang sederhana. Dalam contoh di atas, pihak pabrikan dan pihak kontraktor akan memperoleh laba, berturut-turut, jika penjualannya dan jam kerjanya melampaui 3600 unit dan 120 hari kerja.
   Jadi jelas bahwa penghitungan biaya langsung secara menyeluruh, dalam hal ini mencakup seluruh unsur biaya di luar biaya operasi, merupakan hal yang teramat penting.

3.         Bea Beban.

   Bea beban adalah biaya per jam kerja yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha secara keseluruhan. Bea beban dapat juga didefinisikan sebagai biaya per jam kerja untuk penggunaan sebuah mesin atau seorang pekerja dalam suatu divisi perusahaan.
   Pada kenyataannya, bea beban dapat juga digunakan untuk membandingkan efisiensi operasi antar kurun waktu yang berbeda, membandingkan biaya yang dikeluarkan untuk berbagai alternatif metode produksi, atau menilai biaya (manfaat dari penggunaan mesin sebagai pengganti sistem manual).
   Bea beban adalah perkiraan biaya operasi tahunan dibagi dengan jumlah jam kerja yang tersedia dalam setahun.
   Yang  harus dicantumkan hanyalah elemen biaya yang tetap atau hampir tidak berubah tanpa peduli berapa pun tingkat produksi atau penjualan yang dilakukan perusahaan.
   Jangan lupa untuk memasukkan unsur upah dan gaji yang dibayarkan kepada karyawan maupun dewan direksi kecuali upah dan gaji yang tergolong sebagai biaya langsung. Penggunaan uang untuk keperluan pribadi pemilik ataupun mitra usaha juga harus diperhitungkan karena memang merupakan bagian dari biaya usaha.
   Perhitungkan pula setiap antisipasi kenaikan biaya karena perhitungan bea beban  mengandung unsur biaya saat ini dan di masa depan.
   Sistem pembukuan yang digunakan hendaknya mampu memberikan informasi yang memadai dalam hal pengeluaran biaya di masa lalu. Unsur pengeluaran di masa lalu ini kelak akan diperbarui guna menghasilkan angka pengeluaran biaya saat ini. Kemudian, hitunglah jumlah jam kerja yang tersedia dalam tahun berjalan.
   Kita ketahui bahwa biaya operasi menunjukkan angka biaya langsung per jam kerja dari masing-masing kelompok mesin. Untuk menghitung bea beban dari masing-masing kelompok mesin, kita tinggal menambahkan angka tersebut dengan persentase biaya eksploitasi yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi secara keseluruhan.
   Perhitungan harga semata-mata merupakan persoalan mengalikan jam kerja mesin dengan bea beban pabrik dan kemudian menambahkannya dengan biaya langsung.
   Dengan analisis biaya, memberikan informasi mengenai beberapa sasaran dan ukuran seperti penggunaan mesin (jumlah jam kerja aktual mesin) dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing divisi dalam perusahaan.



Daftar Pustaka

·               Taktik Menetapkan Harga (Pricing For Profit), Gregory Lewis, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar