PENETAPAN HARGA
Strategi penetapan harga merupakan topik yang sering
kurang dimengerti untuk banyak manajer
perusahaan. Banyak manajer terlalu optimis terhadap permintaan akan
banyak produk atau jasa mereka maupun terhadap harga yang mereka tetapkan atas
produk atau jasa tersebut.
Sedikit
manajer yang menyadari bahwa kebijakan penetapan harga merupakan bagian penting
dari rencana usaha, yang harus disusun guna membuktikan bahwa perusahaan akan mampu menghidupi pemilik
maupun karyawan, serta menghasilkan laba yang layak atas uang yang telah
ditanamkan.
Jika
uang tersebut diperoleh dari pinjaman, berarti ada bunga yang harus dibayarkan
dan pihak kreditor akan merasa perlu untuk mengkaji rencana usaha yang ---dalam
beberapa hal --- menjadi satu-satunya jaminan mereka dalam memberikan pinjaman.
Oleh
karena itu, masalah penetapan harga merupakan bagian dan barangkali bahkan
merupakan salah satu unsur penting dari pendekatan disiplin dalam menjalankan
usaha. Selain itu masalah penetapan harga mencakup segala usaha untuk
mencocokkan biaya dan volume penjualan dengan harga yang bersedia dibayar oleh
pembeli sedemikian rupa sehingga mampu
memberi nafkah bagi pemilik usaha, menyediakan lapangan kerja yang layak
bagi karyawan dan memberikan laba bagi
pembiayaan usaha di masa depan dan ---
dalam hal unit usaha yang besar --- membayar deviden bagi para pemegang saham.
Harga
suatu barang lebih ditentukan oleh pandangan orang mengenai nilai barang itu.
Jadi tidak serta merta terkait secara langsung dengan biaya pembuatan barang
tersebut.
Itulah
sebabnya mengapa gagasan-gagasan yang baik cenderung tidak komersial, karena
biaya pembuatan dan pemasarannya melampaui kesediaan orang untuk membayar.
Biaya pembuatan suatu barang ataupun pengadaan suatu jasa pelayanan, harus
benar-benar dihitung secara cermat dan diperbandingkan dengan harga pasar
sedemikian rupa sehingga kita dapat memperkirakan rentabilitasnya.
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa
pengertian sebagai berikut :
1. Harga adalah jumlah uang yang bersedia
dibayar oleh pembeli dan bersedia diterima oleh penjual.
2. Laba adalah jumlah uang yang tersedia
untuk membiayai pergantian peralatan, perluasan usaha dan deviden bagi pemegang
saham
3. Harga tidak semata-mata terdiri dari
perkiraan biaya ditambah laba.
A. Faktor-Faktor Yang Harus
Diperhatikan Bila Menetapkan Harga.
Sebelum menetapkan harga jual, ada empat hal
yang harus diperhatikan :
1.
Selidikilah
harga pasar dari produk yang bersangkutan melalui riset pasar dan dengan
mengacu pada harga yang ditetapkan pesaing untuk produk sejenis.
2.
Pastikan
juga besarnya pasar dan besarnya segmen pasar atau volume penjualan yang
realistis bagi produk yang akan dipasarkan.
3.
Hitunglah
biaya pembelian atau pembuatan produk serta biaya pemasarannya, yang dalam hal
ini adalah biya langsung dan kurangkanlah dari harga pasar guna menentukan
jumlah laba kotor yang mungkin diperoleh.
4.
Hitunglah
tingkat penjualan yang menjamin titik impas (breakevent) pada harga pasar yang
berlaku yaitu volume penjualan yang harus
dicapai agar terhindar dari kerugian.
Setelah
memenuhi keempat kriteria tersebut di atas, kita dapat menetapkan harga pasar
dengan penuh keyakinan bahwa segala
perkiraan kita akan dapat terealisasi dan perusahaan akan mendapatkan laba.
Riset pasar dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1.
Menggali
informasi secara luas dari beberapa buku-buku acuan ataupun hasil survei
perdagangan yang banyak tersedia di perpustakaan
2.
Survei
door to door (dari rumah ke rumah), melalui wawancara di jalan atau dengan menganalisis
daftar barang-barang dagangan.
Riset pasar memang melelahkan dan memerlukan waktu yang tidak sedikit,
tetapi jelas sangat berperan penting dalam penyusunan rencana usaha yang logis.
Setelah menetapkan harga jual yang diinginkan dan mendapatkan gambaran mengenai besarnya segmen
pasar, perhatikanlah dengan seksama laba kotor yang mungkin diraih. Dalam hal
ini, hitunglah biaya langsung untuk masing-masing produk, yang mungkin terdiri
atas biaya pembelian barang dari grosir atau biaya-biaya pembelian bahan mentah
dan komponen yang diperlukan untuk membuat barang tersebut. Kemudian,
kurangkanlah biaya langsung tersebut dari harga jual yang ditetapkan sehingga
diperoleh laba kotor.
Kadang-kadang
akan lebih mudah bila laba kotor dinyatakan sebagai presentase terhadap harga
jual.
Sekarang
kita dapat menilai apakah produk-produk tersebut cukup menguntungkan untuk
dijual ataupun diproduksi. Untuk itu,
hitunglah titik impas untuk masing-masing produk. Caranya adalah dengan membagi biaya operasi dengan laba kotor per
unit.
Seorang
pengecer dapat mengetahui jumlah total
penjualan yang harus dipenuhi agar memperoleh laba. Jika dia menetapkan jumlah
laba yang diinginkan, dia dapat membuat rencana pemasaran untuk
merealisasikannya. Pihak pabrikan dapat juga melakukan hal yang sama tetapi dia
juga harus memastikan bahwa kapasitas pabrik dan peralatannya, di samping
kapasitas tenaga kerjanya, cukup memadai untuk memproduksi jumlah barang yang
ingin dijualnya.
Titik
impas dapat dinyatakan sebagai persentase terhadap kapasitas produksi. Tidak
jarang pengusaha yang menetapkan titik
impas 80 % terhadap kapasitas produksinya. Ini, sesungguhnya berarti bahwa
pabrik beroperasi dari Senin hingga Kamis untuk menutup biaya operasi dan
Jum’at untuk memperoleh laba. Akan tetapi, dalam menetapkan persentase
tersebut, pastikanlah bahwa kapasitas yang tersedia setelah mencapai titik
impas mencukupi untuk mendapatkan laba yang diharapkan.
Perhatikan
bahwa laba tidak akan diperoleh kecuali sebelum tingkat penjualan melampaui
batas titik impas. Jadi jelas keliru bila kita menghitung harga semata-mata
dengan menambahkan persentase tertentu laba terhadap biaya per unit, dengan
anggapan bahwa setiap unit barang akan menghasilkan laba. Mekanisme penetapan
harga tidaklah sesederhana itu.
Yang harus diingat adalah :
1.
Laba
tidak diperoleh pada penjualan setiap unit barang.
2.
Laba
baru diperoleh setelah volume penjualan melampaui batas titik impas.
B. Pendekatan Umum Dalam
Penetapan Harga.
1. Laba
Laba bukan hanya dibutuhkan sebagai sumber pemberian deviden bagi
para pemegang saham ataupun pengembalian atas
modal pemilik. Melainkan, laba juga berperan sebagai dana pembiayaan
penggantian peralatan ataupun penambahan aktiva perusahaan seperti peralatan
dan kendaraan bermotor, serta menyediakan dana bagi perluasan usaha. Perluasan
atau pertumbuhan usaha selalu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Modal yang ditanam dalam perusahaan adalah dana yang tersimpan di
bank, jumlah pinjaman dari pihak kreditur
dan nilai kekayaan serta persediaan barang yang disimpan. Keseluruhan
jumlah uang ini, selain ditanamkan dalam perusahaan dapat juga dimasukkan
sebagai simpanan di bank untuk
mendapatkan bunga atau membangun kondominium untuk mendapatkan sewa.
Melalui kedua cara alternatif ini, kita bisa mendapatkan penghasilan dan
barangkali juga peningkatan modal tanpa menghadapi resiko sebagaimana halnya
bila kita menjalankan kegiatan usaha.
Jadi, laba sebagai persentase dari modal yang ditanamkan dalam
perusahaan harus paling sedikit sama besarnya dengan persentase yang dihasilkan
dari bentuk investasi lain. Malah seharusnya jumlah laba yang dihasilkan ini
jauh lebih besar sedemikian rupa sehingga mampu mengkompensasi resiko yang
dihadapi. Metode penilaian, yang disebut sebagai “pengembalian atas modal” ini
sama pentingnya apabila kita ingin meminjam modal baru karena memungkinkan
calon investor untuk membandingkan alternatif pilihan antara membuka usaha dan
bentuk-bentuk investasi lainnya.
Meskipun sering dikutip dalam berbagai studi mengenai rentabilitas
perusahaan, sesungguhnya angka ini tidak mempunyai arti sama sekali bila
dianalisis secara terpisah. Angka ini baru berguna bila kita kaitkan dengan
ukuran penjualan sebagai persentase dari
modal yang ditanam.
Angka tersebut dipakai untuk menunjukkan bahwa posisi yang baik
telah tercapai apabila “perputaran modal” mencapai dua kali lipat dan laba
mencapai 10% terhadap penjualan. “Perputaran modal sebesar dua kali lipat”
berarti bahwa volume penjualan mencapai dua kali lipat dari modal yang ditanam.
Setelah menetapkan jumlah laba yang diinginkan, maka persoalan
berikutnya adalah mencari cara untuk memasukkan unsur laba tadi ke dalam harga jual. Sebagaimana halnya pada
pembebanan biaya operasi, ada banyak cara untuk memperhitungkan unsur laba ke
dalam harga jual dan tidak ada satu pun yang benar. Jadi masalahnya adalah bagaimana mencari rumusan
yang paling menjamin pencapaian sasaran
laba secara keseluruhan tetapi tetap mempertahankan harga bersaing untuk masing-masing barang.
Ada beberapa cara yang dapat
digunakan.
1.
Laba
dihitung sebagai persentase terhadap total biaya, dalam hal ini adalah biaya
langsung ditambah biaya operasi.
2.
Laba
dihitung hanya sebagai persentase terhadap biaya langsung.
3.
Laba
dihitung hanya sebagai persentase terhadap biaya operasi.
4.
Memperhitungkan
laba yang diinginkan ke dalam biaya operasi, atau dengan kata lain
memasukkannya sebagai bagian dari bea beban.
5.
Menetapkan
laba per unit secara tetap.
Cara pertama sama saja dengan
menghitung persentase terhadap perputaran modal dan karenanya pencapaian laba
sangat tergantung pada volume penjualan. Cara ini juga berarti bahwa semakin
mahal produk atau pekerjaan yang ditawarkan, akan semakin besar marjin laba
yang diperoleh yang tentu saja menyebabkan harga menjadi lebih mahal. Keadaan
semacam ini tidak selalu diharapkan.
Penggunaan persentase terhadap biaya langsung mencerminkan marjin
laba yang lebih besar bagi produk atau pekerjaan yang menggunakan atau
mengandung lebih banyak bahan baku. Cara ini
menjadi logis dalah hal tingginya biaya penyimpanan persediaan ataupun
bahan baku, tatapi perbedaan yang timbul apabila kita menggunakan cara
alternatif dalam menghitung harga jelas akan menghadapkan kita pada masalah yang serius. Dalam hal ini, harga
jual bervariasi secara tidak sepadan dengan perubahan harga bahan mentah.
Metode ketiga, yakni menghitung harga hanya sebagai persentase
terhadap biaya langsung mampu menanggulangi problema di atas tetapi di lain
pihak mengabaikan masalah biaya penyimpanan persediaan. Bagaimanapun,
kadang-kadang cara ini dianggap lebih relevan dalam mencapai sasaran hasil
pengembalian atas modal yang layak karena mengkaitkan laba dengan unsur waktu,
upah dan biaya eksploitasi. Memasukkan laba sebagai bagian dari bea beban
berarti mengkaitkan laba sepenuhnya pada unsur waktu dan hanya cocok untuk
industri yang bersifat padat karya yakni apabila upah merupakan bagian terbesar dari biaya operasi.
Menghitung laba per unit
secara tetap dapat diterapkan pada industri kecil, dimana laba dapat
dihitung untuk setiap meter persegi kain, tanpa peduli pada bentuk
rancangannya. Dengan demikian, total laba hanya dipengaruhi oleh jumlah meter persegi kain yang terjual. Intinya
adalah bagaimana mencari sistem perhitungan yang menghasilkan harga bersaing
secara konsisten, menciptakan pesanan dan memberikan laba bagi perusahaan.
2. Harga Titik Impas (Breakeven)
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, harga titik impas berarti
bahwa harga jual dihitung dengan terlebih dulu menentukan volume penjualan yang
menjamin perusahaan mencapai titik impas dalam rangka mencapai sasaran laba
yang diharapkan.
Metode ini mensyaratkan bahwa kapasitas usaha diketahui dengan
pasti. Bagi pihak pabrikan, kapasitas usaha adalah jumlah produk yang dapat
dihasilkan sesuai jam kerja normal pada tingkat efisiensi yang memungkinkan.
Bagi perusahaan kontraktor, kapasitas usaha adalah jumlah jam kerja atau hari
kerja yang tersedia.
Misalkan kapasitas suatu
pabrikan adalah 6000 unit dan titik impas akan dicapai bila perusahaan
beroperasi pada tingkat 60% terhadap kapasitas. Dengan kata lain, titik impas
akan tercapai pada volume penjualan sebesar 3600 unit. Jika biaya operasi
perusahaan adalah Rp. 15 juta, maka :
Laba kotor akan sebesar Rp. 15 juta dibagi dengan 3600 = Rp. 4.170,-/unit.
Bila kita tambahkan angka Rp. 4.170,- ini terhadap biaya langsung, akan
kita peroleh harga jual per unit untuk produk tersebut.
Misalkan jumlah jam kerja yang tersedia bagi suatu kontrak kerja
adalah 200 hari dan titik impas akan dicapai pada tingkat operasi sebesar 60%
terhadap kapasitas. Dengan kata lain, titik impas akan tercapai bila perusahaan
beroperasi selama 120 jam. Jika biaya operasi perusahaan adalah Rp. 15 juta,
maka :
Laba kotor akan sebesar Rp.15 juta dibagi dengan 120 =Rp.125.000,-/hari.
Bila kita tambahkan angka Rp. 125.000,- ini terhadap biaya langsung, akan
kita peroleh harga jual per unit untuk pekerjaan tersebut.
Dua keunggulan yang akan kita peroleh dari metode titik impas
adalah prosedur perhitungannya yang sederhana dan fakta bahwa metode ini
menawarkan unsur pengawasan yang sederhana. Dalam contoh di atas, pihak
pabrikan dan pihak kontraktor akan memperoleh laba, berturut-turut, jika
penjualannya dan jam kerjanya melampaui 3600 unit dan 120 hari kerja.
Jadi jelas bahwa penghitungan biaya langsung secara menyeluruh,
dalam hal ini mencakup seluruh unsur biaya di luar biaya operasi, merupakan hal
yang teramat penting.
3. Bea Beban.
Bea beban adalah biaya per jam kerja yang dikeluarkan untuk
kegiatan usaha secara keseluruhan. Bea beban dapat juga didefinisikan sebagai
biaya per jam kerja untuk penggunaan sebuah mesin atau seorang pekerja dalam
suatu divisi perusahaan.
Pada kenyataannya, bea beban dapat juga digunakan untuk
membandingkan efisiensi operasi antar kurun waktu yang berbeda, membandingkan
biaya yang dikeluarkan untuk berbagai alternatif metode produksi, atau menilai
biaya (manfaat dari penggunaan mesin sebagai pengganti sistem manual).
Bea beban adalah perkiraan biaya operasi tahunan dibagi dengan
jumlah jam kerja yang tersedia dalam setahun.
Yang harus dicantumkan
hanyalah elemen biaya yang tetap atau hampir tidak berubah tanpa peduli berapa
pun tingkat produksi atau penjualan yang dilakukan perusahaan.
Jangan lupa untuk memasukkan unsur upah dan gaji yang dibayarkan
kepada karyawan maupun dewan direksi kecuali upah dan gaji yang tergolong
sebagai biaya langsung. Penggunaan uang untuk keperluan pribadi pemilik ataupun
mitra usaha juga harus diperhitungkan karena memang merupakan bagian dari biaya
usaha.
Perhitungkan pula setiap antisipasi kenaikan biaya karena
perhitungan bea beban mengandung unsur
biaya saat ini dan di masa depan.
Sistem pembukuan yang digunakan hendaknya mampu memberikan
informasi yang memadai dalam hal pengeluaran biaya di masa lalu. Unsur
pengeluaran di masa lalu ini kelak akan diperbarui guna menghasilkan angka
pengeluaran biaya saat ini. Kemudian, hitunglah jumlah jam kerja yang tersedia
dalam tahun berjalan.
Kita ketahui bahwa biaya operasi menunjukkan angka biaya langsung
per jam kerja dari masing-masing kelompok mesin. Untuk menghitung bea beban
dari masing-masing kelompok mesin, kita tinggal menambahkan angka tersebut
dengan persentase biaya eksploitasi yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi
secara keseluruhan.
Perhitungan harga semata-mata merupakan persoalan mengalikan jam
kerja mesin dengan bea beban pabrik dan kemudian menambahkannya dengan biaya
langsung.
Dengan analisis biaya, memberikan informasi mengenai beberapa
sasaran dan ukuran seperti penggunaan mesin (jumlah jam kerja aktual mesin) dan
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing divisi dalam perusahaan.
Daftar Pustaka
·
Taktik
Menetapkan Harga (Pricing For Profit), Gregory Lewis, Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar