PERIKLANAN,
PROMOSI PENJUALAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT
Menawarkan sesuatu produk melalui cara beriklan merupakan
bentuk komunikasi yang dewasa ini mendapat porsi terbanyak, namun acapkali
dilancarkan tidak effisien dan tidak efektif. Tidak effisien ditinjau dari
sudut biaya, tidak effektif jika dikaitkan dengan sasaran yang dituju.
Jika kita perhatikan lebih seksama, beriklan sendiri adalah
kegiatan komunikasi pemasaran yang masuk dalam kelompok promosi yang dipecah
menjadi :
·
Penjualan perorangan (personal selling);
·
Publikasi;
·
Periklanan;
dan
·
Promosi
Jual (Sales Promotion).
Promosi, sering diidentikkan tidak tepat sebagai Komunikasi
Pemasaran, berfungsi mengakrabkan suatu produk atau sekelompok produk agar
sekurangnya dikenal, kemudian dirasakan sebagai kebutuhan, menjadi permintaan
pasar, untuk dibeli.
Jika
Promosi terdiri dari keempat unsur tersebut diatas (Penjualan Perorangan,
Publisitas, Periklanan dan Promosi Jual), maka Promosi sebagai dirinya sendiri,
adalah merupakan salah satu unsur dari konsep yang dikenal sebagai Bauran
Pemasaran (Marketing Mix) yang bersama Para Sasaran (Target Market),
membentuk Strategi Pemasaran.
Secara ringkas dapat disimpulkan, Strategi Pemasaran dibentuk
oleh dua komponen, yaitu :
·
Komponen Sasaran (Pasar Sasaran);
·
Komponen Bauran Pemasaran.
Jika
kedua komponen tersebut di atas dibuat skema, adalah sebagai berikut:
Strategi Pemasaran
|
Pasar Sasaran
|
|
Bauran Pemasaran
|
Produk
|
|
Harga
|
||
Distribusi
|
||
Promosi
|
Sedangkan Strategi Promosi dalam
komponen-komponen berikut:
Strategi Promosi
|
Khalayak Sasaran
|
|
Bauran Promosi (Promotion Mix)
|
Penjualan Perorangan
|
|
Publisitas
|
||
Periklanan
|
||
Promosi Jual
|
Merujuk pada skema tersebut, jika dalam memasarkan
satu atau sekelompok produk disepakati
akan lebih dulu dan selama masa Pemasaran dilancarkan kampanye Promosi, rujukan
lanjutannya adalah analisis untuk menentukan, unsur Promosi mana yang layak
untuk dipakai dan dibaurkan. Mungkin keempatnya dipakai sekaligus, dapat
juga dipilih unsur mana saja yang berperan strategic.
Untuk
jelasnya, berikut ini diuraikan contoh-contoh kasus-kasus periklanan:.
1. Kasus Atribut
Produk
Jika kita perhatikan iklan dalam suatu media
massa, pernah, pada suatu kurun waktu, berkembang persaingan tajam antara dua
merek film negative.
Yang pertama, yang terdahulu menggunakan atribut
warna (keindahan) dalam bentuk naskah kreatif yaitu ”Produk X, Seindah warna aslinya”
Pesaing lain, yang segera menyusul kemudian,
berkiprah dijalur atribut yang sama, jalur keindahan warna, dengan slogan yang
sama sekali tidak kreatif dalam bentuk kalimat : ”Produk Y , Lebih indah dari warna aslinya”.
Jika disimak lebih mendalam, slogan kedua, yang
menampilkan konsep sesuatu jika menggunakan film Y, akan menjadi lebih indah
dibanding dengan warna aslinya, timbul persoalan, apakah ada baku keindahan
warna yang berlaku universal yang membuat suatu warna itu menjadi lebih indah
dibanding dengan warna aslinya.
Kalimat slogannya memang mengejutkan, namun konsep
sesuatu warna ditransformasi secara foto-teknologik menjadi lebih indah dari
warna aslinya itu, ternyata hanya kemasan atribut terhadap konsep yang tidak
ada.
Karena atribut yang ditampilkan bukanlah atribut
yang dipersaingkan (dan dibutuhkan mengungguli saingan), permintaan pasar (market
demand) berangsur susut, akhirnya film negative merek tersebut
mundur sama sekali dari kehadirannya di pasar Indonesia .
Dewasa ini, disekitar kita, banyak tampil dan
ditampilkan pesan-pesan dalam berbagai bentuk, yang mengejutkan sebagai
pernyataan, tetapi kosong dalam konsep.
Acapkali pula, konsepnya sudah dipelintir lebih dulu, untuk dilambungkan, menjadi semacam gelembung sabun, yang mudah sekali pecah berantakan tanpa bekas.
Pelintiran dan penggelembungan inilah yang kemudian menumbuhkan persepsi pada khalayak ramai, bahwa beriklan itu, dapat saja identik dengan dishonesty, ketidak-jujuran, hingga sengaja menjurus ke arah penipuan,
Acapkali pula, konsepnya sudah dipelintir lebih dulu, untuk dilambungkan, menjadi semacam gelembung sabun, yang mudah sekali pecah berantakan tanpa bekas.
Pelintiran dan penggelembungan inilah yang kemudian menumbuhkan persepsi pada khalayak ramai, bahwa beriklan itu, dapat saja identik dengan dishonesty, ketidak-jujuran, hingga sengaja menjurus ke arah penipuan,
Jika demikian halnya, ketidak-jujuran disampaikan
dalam kemasan kreatif, maka langkah yang ditempuh adalah dishonesty
well-told, langkah pendustaan.
The well-telling of a dishonesty inilah yang kemudian di Indonesia
berkembang menjadi konsep Kecap Nomor Satu. Tidak ada kecap nomor dua, apalagi
nomor seterusnya. Padahal konsumen tahu bahwa tidak semua kecap berkualitas
pertama. Menyadari kenyataan ini, muncullah kemudian konsep produk yang
didiferensiasi menjadi kecap gurih, kecap manis, kecap asin, yang melayani
segmen (pangsa) kebutuhan yang berbeda.
Melalui diferensiasi, terbentuklah segmen-segmen
baru, tentu saja dengan salah satu merek sebagai yang paling unggul, dalam tiap
segmen.
Hadirlah kemudian banyak kecap nomor satu (tanpa
dusta) di segmen masing-masing. Nomor satu untuk kategori kecap gurih, nomor
satu untuk kategori manis dan seterusnya.
Jika disimak lebih dalam sedikit, yang pertama harus
dilakukan adalah mempertajam segmen, baru kemudian mempertajam komunikasinya.
Produk dapat tampil dalam berbagai kategori,
yaitu:
a. Kategori
Benda fisik;
b. Kategori
Pelayanan jasa;
c. Kategori
Tokoh
d. Kategori
Gagasan
e. Kategori
Organisasi/Lembaga; dan
f. Kategori
Tempat.
Berpromosi agar orang berlibur ke Bali adalah
berurusan dengan promosi tempat. Sedangkan mencalonkan seorang tokoh untuk
megisi suatu jabatan politik misalnya, adalah berpromosi untuk produk dalam
kategori tokoh.
Jika Sang Tokoh ternyata seekor keledai, tetapi
dipoles dan didandani sebagai kuda Australia misalnya, bertemulah dengan konsep
a good campaign of a bad product,
yang sebetulnya sejajar sepenuhnya dengan konsep the well-telling of dishonesty.
Kedua konsep sejajar
ini mengakibatkan dampak yang sama, yaitu It makes people only buy once and
hates you forever.
2.
Kasus Third
Party
Merujuk pada skema
Strategi Promosi, terdapat empat unsur komunikasi yang membentuk komponen
Bauran Promosi (Promotion Mix).
Diantara keempatnya,
tidak terdapat Public
Relations disingkat PR, diterjemahkan menjadi (walaupun kurang tepat),
Hubungan Masyarakat.
Philip Kotler, gurubesar pemasaran, menampilkan konsep yang disebut
Mega Marketing yang terdiri dari 6 P's, yaitu: Product, Price, Place,
Promotion, Power dan Public Relations.
Dikembangkannya konsep Marketing Mix
(dengan 4 P's) menjadi Mega Marketing (dengan 6 P's).
Sebagaimana diketahui bahwa Promosi adalah
komunikasi dengan First Party sebagai Komunikator yang komunikasinya
ditujukan pada Second Party sebagai Audience (Khalayak).
Unsur yang bernama
Publisitas juga adalah a firs party
statement to a second party.
Hal ini perlu dijelaskan mengingat seringkali Publisitas (Publicity) itu diidentikan dengan PR.
Hal ini perlu dijelaskan mengingat seringkali Publisitas (Publicity) itu diidentikan dengan PR.
Publisitas adalah
salah satu unsur promosi, yang dicapai dengan cara mengaitkan kepentingan
bisnis suatu produk dengan peristiwa yang menyandang nilai berita, sedemikian
rupa, hingga kepentingan bisnis tersebut tampil dalam pesan yang disampaikan
sebagai bagian dari suatu berita (yang bersangkutan).
Jika seorang
olahragawan besar dalam persepakbolaan, seperti Zinadine Zidane dalam
lawatannya ke Jakarta, diundang menginap di hotel terkemuka di jalan Soedirman
dan diberitakan oleh media massa, disebut bahwa hotel yang bersangkutan mendapat
publisitas (kepentingan bisnisnya terkait dengan peristiwa kehadiran Zinadine
Zidane).
Selanjutnya, jika
wartawan sempat mewawancarai Zinadine Zidane dan yang bersangkutan menjawab
dengan pernyataan pujian bagi hotel itu, baru dapat dikatakan bahwa hotel itu
mendapat PR.
Dapat dikatakan
bahwa hotel tersebut memperoleh a third party endorsement dari pihak ketiga, misalnya tentang
pelayanannya yang kelas dunia.
Jadi, pada
publicity yang bersangkutan terbawa atau terkait serta kepentingan
bisnisnya sedemikian rupa hingga kepentingan bisnis itu tampil sebagai bagian
dari suatu peristiwa yang mempunyai nilai berita.
Kriteriumnya, bahwa
peristiwanya, yang memperoleh publisitas, aktif mempublisitaskan diri.
Dalam kampanye
politik, publisitas dan PR, keduanya sebaiknya dipadukan. Publisitas untuk
kampanye pengakraban, agar tokoh yang dikampanyekan dikenal, dekat dan menjadi
sebut-sebutan masyarakat.
Sedangkan PR,
memandu khalayak untuk akhirnya memilih, setelah kenal dan mengenal tokoh yang
memenuhi criteria pilihannya.
Dari pemaparan dan contoh-contoh kasus di atas, maka
terkait dengan periklanan, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Untuk
mencapai efektifitas periklanan,
promosi penjualan, dan hubungan masyarakat perlu ditentukan peran ikIan,
promosi penjualan, dan hubungan masyarakat dalam bauran promosi;
2.
Periklanan, promosi penjualan, dan hubungan
masyarakat merupakan gambaran
keputusan penting yang harus diambil dalam pengembangan suatu program iklan;
3.
Dalam kaitannya dengan periklanan, promosi
penjualan, dan hubungan masyarakat perlu dijelaskan bagaimana kampanye promosi penjualan dibuat dan
dilaksanakan; dan
4.
Dalam pelaksanaan periklanan, promosi penjualan, dan
hubungan masyarakat
perusahaan harus menjelaskan bagaimana perusahaan menggunakan hubungan
masyarakat untuk berkomunikasi dengan publik atau konsumennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar