Translate

Kamis, 21 Februari 2013

MENENTUKAN ANGGARAN DAN BAURAN PROMOSI TOTAL




                                 Menentukan Anggaran dan Bauran Promosi Total

1.     Anggaran Promosi
Setiap perusahaan mempunyai anggaran promosi yang berbeda-beda akan tetapi pada umumnya jumlah anggaran merupakan persentase tertentu dari tingkat penjualan perusahaan. Perbedaan besarnya anggaran promosi sangatlah tergantung kepada keputusan manajemen. Keputusan manajemen terkait dengan anggaran promosi biasanya berdasarkan kepada strategi pemasaran perusahaan.
2.     Strategi Pemasaran
Secara prinsip, strategi pemasaran dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu: strategi aktif (push) dan strategi pasif (pull). Strategi aktif merupakan suatu strategi pemasaran mengedepankan pengenalan produk kepada konsumen baik langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh karena belum dikenalnya produk yang ditawarkan kepada konsumen seperti untuk produk-produk baru. Sedangkan strategi pemasaran pasif lebih ditekankan kepada permintaan pasar atau dari konsumen.
Langkah awal dalam memasarkan produk sebagaimana sudah dapat dimaklumi adalah dengan mengenali terlebih dahulu karakter produk dan karakter konsumen yang akan dijadikan sasaran. Kedua karakter ini akan dapat menentukan secara efektif terhadap banyak hal dalam pengambilan keputusan dan strategi pemasarannya. Misalnya, penentuan saluran distribusi/jaringan yang dapat dipakai, sistem pemasaran, kebijakan harga dan lain-lain. Langkah berikutnya adalah memilih sistem pemasaran, jaringan distribusi dan tentunya kebijakan-kebijakan yang tepat. Dengan demikian langkah yang akan diambil dalam strategi pemasaran akan lebih jelas dan terfokus. Bayangkan kalau karkter produk dan karakter konsumen tidak diketahui dengan jelas. Yang terjadi adalah trial and error yang akan banyak menghabiskan biaya yang tidak perlu dan yang lebih parah lagi pemborosan biaya tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya penjualan.
Philip Kotler dalam Manajemen Pemasaran buku dua lebih spesifik mengulasnya dalam kiat komunikasi pemasaran yang meliputi: pengiklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal dan pemasaran langsung masih merupakan contoh bagaimana kita mengelola bauran promosi saja. Namun demikian pemahaman terhadap karakter produk dan karakter konsumen sudah sangat dibutuhkan.
Pemahaman karakter produk dan karakter konsumen sangat dibutuhkan oleh seorang komunikator dalam mengembangkan komunikasi yang efektif, untuk itu komunikator harus dapat mengidentifikasi target sasaran, menentukan tujuan komunikasi, merancang pesannya, memilih saluran komunikasi, mengalokasikan total anggaran promosi dan menegelola serta mengkoordinasikan seluruh proses komunikasi pemasaran.
Dalam praktek pemasaran, kita sering melihat banyak produk suplemen dan obat yang sukses dipasarkan melalui sistem multi level marketing atau direct selling. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi dan bagaimana pula ada yang berhasil memasarkan melalui penjualan di open market?
Menjawab pertanyaan diatas, tentu akan lebih mudah apabila sudah dikenali karakter produk dan karakter konsumennya terlebih dahulu. Suplemen dan obat adalah jenis produk yang memiliki marjin sangat tinggi. Bahkan menurut pengamatan beberapa pihak, ada yang mencapai lebih dari 90% yang artinya untuk harga suplemen obat yang dijual dipasaran sampai Rp.100.000,- biaya yang dikeluarkan oleh produsen dari bahan hingga packaging kurang dari Rp.10.000,- sehingga masih besar dana yang bisa dialokasikan untuk biaya pemasaran meskipun sudah dipotong laba bersihnya.
Sedangkan konsumen dari produk ini adalah siapa saja dari berbagai kalangan dan usia, namun karena produk seperti ini sangat spesifik dari segi bahan, dosis maupun fungsi dan manfaatnya. Maka produk seperti ini membutuhkan penjelasan yang spesifik pula.
Dalam komunikasi pemasaran tentu akan direkomendasikan untuk memasarkan produk jenis ini melalui cara presentasi. Jadi wajar kalau sistem multi level marketing atau direct selling adalah sistem yang tepat untuk memasarkan produk jenis ini. Kalaupun ada anggapan sebagian orang bahwa membangun jaringan multi level marketing membutuhkan biaya yang besar tebtu tidak begitu jadi masalah karena produk ini memiliki marjin yang sangat besar pula.
Lalu bagaimana dengan kenyataan bahwa banyak produk jenis ini juga bisa sukses dipasarkan melalui open market? Lagi-lagi jawabannya hampir sama dengan uraian di atas. Yang membedakan adlah alokasi dana yang seharusnya untuk membiayai jaringan dialihkan menjadi biaya promosi secara besar-besaran melaui media elektronik dan media cetak sehingga tugas presentasi dalam network marketing dialihkan menjadi presentasi massal melalui media massa.
Kesimpulan dari uraian di atas memberikan keyakinan bahwa semua produk pasti bisa dijual dengan optimal dengan catatan karakternya dikenali terlebih dahulu.
3.     Bauran Promosi Total
a.     Apa dan bagaimana iklan itu
"Pemirsa, jangan ke mana-mana, kami akan kembali setelah pesan-pesan berikut". Pesan tersebut tidak asing lagi bagi para pemirsa televisi. Tak lama kemudian lewat televisi tampil lagi satu atau beberapa tayangan iklan suatu produk. Secara sengaja maupun tidak disengaja, kita setiap saat dibanjiri iklan lewat media televisi, radio, surat kabar, majalah, ataupun media-media lainnya; dan tampaknya, iklan telah menjadi bagian dalam kehidupan kita, bukan saja monopoli kaum urban tapi juga telah mencapai pelosok pedesaan.
Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani, yang artinya kurang lebih adalah 'menggiring orang pada gagasan'. Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non-personal yang dibayar oleh sponsor tertentu. Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi non-personal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.
Dalam marketing mix (bauran pemasaran) barang maupun jasa, iklan termasuk dalam kategori bauran promosi. Dalam bauran promosi dikenal lima cara komunikasi yang utama, yaitu:
1.     Advertising (Periklanan): semua bentuk penyajian nonpersonal, promosi, dan ide tentang barang atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor.
2.     Sales Promotion (Promosi Penjualan): berbagai bentuk insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan konsumen untuk mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
3.     Public Relations (Hubungan Masyarakat dan Publisitas): berbagai macam program untuk memelihara, menciptakan, dan me­ngembangkan citra perusahaan atau merek sebuah produk.
4.     Personal Selling (Penjualan secara Pribadi): interaksi langsung dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan.
5.     Direct Marketing (Pemasaran Langsung): penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, dan alat komunikasi nonpersonallain­nya untuk melakukan komunikasi secara langsung agar men­dapat tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelang­gan.
Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu perusahaan (khususnya produk konsumsi/consumer goods) untuk meng­arahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen . Iklan dituju­kan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, keper­cayaan, sikap, dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek. Tujuan ini bermuara pada upaya mempenga­ruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan dan konsumen, dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena ada­nya suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimana­pun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan menghargai produk tersebut.
Menurut Frank Jefkins (1997), kehidupan dunia modern saat ini sa­ngat bergantung pada iklan. Tanpa iklan, para produsen dan distri­butor tidak akan dapat menjual barangnya. Sedangkan di sisi lain, para pembeli tidak akan mempunyai cukup informasi mengenai produk-produk barang dan jasa yang tersedia di pasaran. Secara garis besar, iklan suatu produk dapat digolongkan ke dalam tujuh kategori, yaitu:
1.     iklan konsumen,
2.     iklan bisnis ke bisnis atau iklan amarbisnis,
3.     iklan perdagangan,
4.     iklan eceran,
5.     iklan keuangan,
6.     iklan langsung, dan
7.     iklan lowongan kerja.
Iklan konsumen dapat dibagi lagi menjadi: iklan barang konsu­men (consumer goods), iklan barang tahan lama (durable goods), dan iklan jasa konsumen (consumer services).
b.     Periklanan dan sebuah kata sakti: KREATIVITAS
Jika Anda pernah bekerja untuk biro periklanan, Anda tahu bahwa kata yang paling banyak digunakan secara berlebihan dalam organisasi itu adalah kata "kreatif". Anda mempunyai departemen kreatif, direktur kreatif, pendekatan kreatif: strategi kreatif, dan platform kreatif. Jika sesuatu tidak kreatif, begitu cara berpikirnya, maka itu bukan bagian dari iklan atau biro periklanan.
Apa sebenarnya tindakan kreativitas itu? Menurut kamus dan menurut penggunaan umum, kreativitas berarti memproduksi sesuatu yang orisinil, atau baru dan berbeda. Tetapi bagaimana jika sesuatu yang "lama dan serupa" ternyata lebih baik daripada yang "baru dan berbeda"? Bagaimanapun juga, "lama dan serupa" tidak dapat digunakan sebab itu tidak kreatif. Untuk itulah biro periklanan dibayar. Kreativitas, bukan?
Tetapi, bukankah kreativitas itu menjadi bagian dari produk ketimbang bagian dari periklanan? Bukankah esensi membangun merek adalah menciptakan persepsi bahwa merek itu adalah yang pertama dalam sebuah kategori baru, dan bukan menciptakan persepsi bahwa per­iklanan merek itu merupakan suatu bentuk terobosan periklanan?
Bukankah akan lebih kecil kemungkinan Anda membeli suatu produk jika Anda menganggap iklannya hebat tetapi produknya biasa-biasa saja? Dan akan lebih besar kemungkinan Anda membeli sebuah produk jika Anda menganggap iklannya biasa-biasa saja tetapi produknya benar-benar hebat? Dan bukankah kebanyakan orang mengira iklan itu sendiri tidak relevan dan hanya sesuatu yang memang harus ditanggung jika hendak menonton televisi atau mendengarkan radio? Atau membolak-balik halaman majalah dan koran sebelum mendapatkan bahan bacaan yang riil?
Dengan mengarahkan fokus pada kreativitas, biro-biro periklanan berasumsi bahwa pemasaran adalah suatu pertempuran antar-iklan dan bukan pertempuran antar-produk. Biro-biro ingin memenangkan perang periklanan sebab itu berarti penghargaan, pengakuan media, dan bisnis baru.
c.     Periklanan, sebuah elemen dalam proses branding
Periklanan saat ini sedang mendapat sorotan tajam semenjak aspek informasi menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Tindakan mengkonsumsi secara berulang (repeat buying) adalah salah satu tujuan dalam pemasaran. Periklanan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowledge). Seharusnya elastisitas permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas periklanan.
Periklanan sesungguhnya hanyalah bagian kecil dalam proses branding. Masih banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat. Dalam hal ini saya akan berusaha meninjau kembali seberapa besar efektifitas periklanan dalam proses branding. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anggaran periklanan berpengaruh positif terhadap penjualan (baca: bukan pemasaran!) dan market share. Sebaliknya, peningkatan anggaran iklan pesaing berpengaruh negatif terhadap tingkat penjualan dan market share pesaingnya. Dampak iklan ternyata bervariasi tergantung efektivitasnya. Dengan demikian, anggaran iklan yang lebih besar tidak selalu mampu mengubah penjualan dan market share dalam tataran yang lebih besar pula. Aktivitas periklanan berkorelasi erat dengan biaya, dan biaya yang besar diperlukan untuk beriklan, maka efektivitas periklanan memperolehperhatian yang serius. Strategi dan program yang handal dan terpadu dengan elemen-elemen pemasaran dan branding lainnya diperlukan untuk mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan) mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan abadi.
d.     Periklanan telah mati?
Di Amerika, pada tahun 2002, sebuah buku yang ditulis oleh Al Ries, yang berjudul The Fall of Advertising & The Rise of PR sangatlah mengejutkan dan membuat merah muka para praktisi periklanan, terutama para orang-orang kreatifnya. Semua tulisan dalam buku ini sangat memalukan untuk industri periklanan dan sangat mengagungkan kredibilitas PR. Semua keburukan dalam periklanan, yang membuat sebuah campaign sebuah brand menjadi tidak efektif, dibongkar tuntas. Pada saat yang bersamaan pula PR kemudian menjadi pahlawan yang menyelamatkan kegagalan tersebut. Sebelumnya, Sergio Zyman juga telah menulis sebuah buku yang berjudul The End of Advertising As We Know It, sebuah lanjutan dari buku kontroversial dalam dunia marketing. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan saya, sebagai seorang praktisi periklanan, untuk meninjau kembali efektivitas iklan dalam proses branding, terutama di Indonesia.
e.     Melihat dari sudut pandang orang iklan
Sebelum masuk ke dalam pembahasan masalah efektifitas iklan ini, sedikit saya ingin menceritakan tentang latar belakang pekerjaan saya. Hal ini bukanlah merupakan sebuah pembelaan atau pembantahan terhadap kedua buku di atas. Saya akan membahas semua hal tersebut menurut pengalaman saya selama saya bekerja di industri periklanan, dalam sudut pandang saya sebagai orang iklan. Saya akan mencoba berbagi sedikit tentang konsep lokalitas yang sangat ditekankan selama saya bekerja. Saya bukanlah orang iklan yang mengangung-agungkan London dan New York sebagai parameter industri ini. Mungkin saya lebih tertarik untuk melihat dari kaca mata Bangkok, New Delhi dan Tokyo, di mana unsur lokal menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bahkan sanggup menembus tingkat Eropa pada LionCannes Awards dan tingkat Amerika pada Clio Awards.
f.     Indonesia tetaplah Indonesia
Dalam bahasan permasalahan nanti saya akan mencoba membahas bahwa banyak sekali konsep-konsep branding, marketing, dan advertising luar negeri (baca: Amerika dan Eropa) yang tidak sesuai ketika diterapkan di Indonesia, bahkan gagal. Memang ada beberapa hal yang tidak bisa dipungkiri menjadi hal yang global, namun (ternyata) banyak juga konsep lokal yang mendukung (baca: membesarkan) hal-hal yang bersifat global. Indonesia tetaplah Indonesia. Banyak hal yang tidak akan pernah berubah, seperti budaya cium tangan terhadap yang dituakan dan humor-humor slapstick serta jayus seperti dalam film-film Benyamin dan Warkop DKI yang tidak akan lekang dimakan waktu.
Saya tidaklah mencoba berfikiran sempit dengan me-lokal-kan segalanya, tapi lebih kepada bertindak lokal sesuai dengan kondisi dan nilai-nilai yang ada di Indonesia yang bertujuan akhir secara global. Sampai saat ini saya masih mengagumi batik, pakaian nasional Indonesia, yang bisa dipakai dalam kondisi apapun, santai maupun sangat resmi. Suatu konsep yang bisa disejajarkan dengan Jas dan Tuxedo dari luar negeri.
Think Global, Act Local!
g.     Jangan sampai terjebak
Sanjungan telah digantikan dengan suatu bentuk yang tidak jelas. Banyak dari iklan masa kini yang telah menjadi sangat kreatif atau menghibur yang bahkan kadangkala sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya yang perusahaan ingin iklankan. Lihatlah iklan satu halaman penuh ini dari J.P. Morgan, lembaga penasehat keuangan terbesar di dunia, penjamin, dan lembaga peminjaman uang. Iklan mereka tidak mempunyai judul, hanya sebuah wajah manusia memandang jauh dan sederetan kata-kata yang terbaca: "Saya tidak pemah bertahan lebih lama ketika ada yang lebih baik dalam jangkauanku. Saya tidak tertarik pada sesuatu yang biasa. Saya tidak pemah salah mendengar untuk mengerti. Saya memiliki pandangan sinis yang suram. Saya bisa menjadi sangat sulit bila dibutuhkan. Saya menjadi mudah bila berhadapan dengan kesempumaan. Saya sudah memulai. Saya bekerja untuk J.P. Morgan."
Kata-kata di atas merupakan kumpulan pemikiran dan prosa yang indah. Tetapi apa yang J.P. Morgan berusaha 'jual' kepada pembaca majalah Fortune? Apakah mereka adalah perusahaan yang mempublikasikan suara hati terdalam dari para karyawannya? Bahwa karyawan mereka bekerja lebih keras? Cobalah kami. Di samping itu, kita tidak memberikan uang pada karyawan tak dikenal, kita memberikan uang kita untuk dikelola pada sebuah organisasi besar yang sukses.
Apa yang membuat J.P. Morgan berbeda adalah semuanya kecuali ketidakjelasan. Keberadaan mereka selama 150 tahun untuk melayani perusahaan-perusahaan, pemerintah, dan berbagai keluarga terpenting di dunia. J.P. Morgan membantu membuat struktur pengelolaan dan pembiayaan General Electric dan AT&T pada masa awal berdirinya perusahaan-perusahaan tersebut. J.P. Morgan meminjamkan uang kepada Perancis dan Inggris pada perang dunia kedua. Mereka menolong Meksiko dengan $2,6 trilyun dalam bentuk obligasi dan juga Federasi Rusia dengan jumlah yang sarna.
Apa yang seharusnya mereka lakukan adalah menampilkan sebuah iklan yang menampilkan kemampuan unik mereka dalam hubungannya dengan keberadaan mereka yaitu: "Menghasilkan kemakmuran selama 150 tahun" (Dikatakan sendiri oleh si tua J.P. Morgan). Dan siapakah klien prospektif yang tidak berkeinginan untuk menghasilkan kemakmuran?
h.    Sebuah Perdebatan dalam Industri
Ketidakjelasan tersebut telah menjadi semakin buruk sehingga Advertising Age melaporkan fakta bahwa beberapa CEO perusahaan menerima surat dari para pemegang sahamnya tentang penghambur­hamburan ekuitas saham mereka dengan "iklan yang menyimpang dari tugas-tugas sebenarnya yaitu meyakinkan pemirsa untuk membeli produk."
Rance Crain, editor kepala dari Advertising Age berada di balik kampanye melawan ketidakjelasan, ketidakefektifan iklan yang bersembunyi di balik kata kreativitas. Maksudnya, dan merupakan saran yang baik, adalah kerja mereka yang tidak memuaskan akan memakan biaya yang sebenamya dibutuhkan CEO.
Di masa yang lalu sering terjadi ketika CEO bertanya-tanya seberapa banyak bagian dari anggaran iklan yang telah dikeluarkan dan tidak dimanfaatkan secara semestinya. Sekarang dia mulai bertanya-tanya apakah mungkin seluruh anggaran tersebut terbuang sia-sia.
Tidaklah mengherankan ketika sebuah survei yang dilakukan oleh American Advertising Federation menunjukkan fakta yang kurang mendukung penggunaan iklan sebagai alat untuk membantu pertumbuhan perusahaan.
Ketika para eksekutif ditanya apakah mereka puas dengan usaha periklanan yang telah mereka lakukan, hanya 6,8 persen menjawab puas.
i.      Pembelaan “Kreativitas“
Apa yang menggerakkan industri periklanan menuju tebing kehancuran adalah kepercayaan bahwa banyak iklan telah kehilangan efektivitasnya karena komunikasi yang berlebihan dan sinisme. Pembelaan seni ini, di mana puitisme iklan merujuk waktu di tahun 1960 ketika iklan mempunyai kesempatan besar. Tahun itu adalah masa ketika elemen "kemampuan untuk menarik perhatian" sangatlah penting. Sebelumnya, Anda mengiklankan kepada seseorang bahwa benda ini dapat menyembuhkan sakit kepala dan benda ini dapat bergerak cepat atau melaju bermil-mil. ltu semua tentang logika dan bagaimana cara menjual. Mereka berpendapat jika benda tersebut berusaha 'dijual' terlalu keras, pesan tidak hanya akan tidak disukai, bahkan pesan tersebut akan diabaikan. ltulah sebabnya mengapa mereka membuat iklan yang mengocok emosi atau provokatif atau lucu atau keren iklan yang menciptakan “ikatan“ dengan konsumen.
Shelly Lazarus, kepala American Association of Advertising Agen­cies, yang juga CEO dari Ogilvy & Mather Worldwide, melakukan pertemuan asosiasi yang ke delapan puluh satu di tahun 1999. Dia mempengaruhi anggotanya untuk merayakan keberhasilan organisasinya atas sesuatu yang tidak biasa dan tidak diduga-duga-kompetisi yang lebih baik di bidang konsultan manajemen yang mengambil alih 'kekuasaan' agen periklanan tradi­sional pada bisnis komunikasi pemasaran.
Rekan-rekan konsultan manajemen di asosiasi periklanan kadang­kadang nyaris tersinggung dengan adanya ketidakrasionalan dan ketidaklogisan," kata Lazarus. “Tidakkah Anda memperhatikannya?”
Sebaliknya, katanya, “kami sukses karena itu,” karena “konsumen seringkali menjadi tidak rasional dan tidak logis,” dan dipengaruhi oleh unilai emosional yang bersifat abstrak yang kadangkala melampaui logika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar