Menentukan
Anggaran dan Bauran Promosi Total
1. Anggaran
Promosi
Setiap perusahaan mempunyai anggaran promosi
yang berbeda-beda akan tetapi pada umumnya jumlah anggaran merupakan persentase
tertentu dari tingkat penjualan perusahaan. Perbedaan besarnya anggaran promosi
sangatlah tergantung kepada keputusan manajemen. Keputusan manajemen terkait dengan anggaran
promosi biasanya berdasarkan kepada strategi pemasaran perusahaan.
2. Strategi
Pemasaran
Secara prinsip, strategi pemasaran dapat
dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu: strategi aktif (push) dan strategi pasif
(pull). Strategi aktif merupakan suatu strategi pemasaran mengedepankan
pengenalan produk kepada konsumen baik langsung maupun tidak langsung. Hal
tersebut biasanya disebabkan oleh karena belum dikenalnya produk yang
ditawarkan kepada konsumen seperti untuk produk-produk baru. Sedangkan strategi
pemasaran pasif lebih ditekankan kepada permintaan pasar atau dari konsumen.
Langkah awal dalam memasarkan produk sebagaimana
sudah dapat dimaklumi adalah dengan mengenali terlebih dahulu karakter produk
dan karakter konsumen yang akan dijadikan sasaran. Kedua karakter ini akan
dapat menentukan secara efektif terhadap banyak hal dalam pengambilan keputusan
dan strategi pemasarannya. Misalnya, penentuan saluran distribusi/jaringan yang
dapat dipakai, sistem pemasaran, kebijakan harga dan lain-lain. Langkah
berikutnya adalah memilih sistem pemasaran, jaringan distribusi dan tentunya
kebijakan-kebijakan yang tepat. Dengan demikian langkah yang akan diambil dalam
strategi pemasaran akan lebih jelas dan terfokus. Bayangkan kalau karkter
produk dan karakter konsumen tidak diketahui dengan jelas. Yang terjadi adalah trial and error yang akan banyak
menghabiskan biaya yang tidak perlu dan yang lebih parah lagi pemborosan biaya
tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya penjualan.
Philip Kotler dalam Manajemen Pemasaran buku
dua lebih spesifik mengulasnya dalam kiat komunikasi pemasaran yang meliputi:
pengiklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal dan
pemasaran langsung masih merupakan contoh bagaimana kita mengelola bauran
promosi saja. Namun demikian pemahaman terhadap karakter produk dan karakter
konsumen sudah sangat dibutuhkan.
Pemahaman karakter produk dan karakter konsumen
sangat dibutuhkan oleh seorang komunikator dalam mengembangkan komunikasi yang
efektif, untuk itu komunikator harus dapat mengidentifikasi target sasaran,
menentukan tujuan komunikasi, merancang pesannya, memilih saluran komunikasi,
mengalokasikan total anggaran promosi dan menegelola serta mengkoordinasikan
seluruh proses komunikasi pemasaran.
Dalam praktek pemasaran, kita sering melihat
banyak produk suplemen dan obat yang sukses dipasarkan melalui sistem multi level marketing atau direct selling. Bagaimana hal tersebut
bisa terjadi dan bagaimana pula ada yang berhasil memasarkan melalui penjualan
di open market?
Menjawab pertanyaan diatas, tentu akan lebih
mudah apabila sudah dikenali karakter produk dan karakter konsumennya terlebih
dahulu. Suplemen dan obat adalah jenis produk yang memiliki marjin sangat
tinggi. Bahkan menurut pengamatan beberapa pihak, ada yang mencapai lebih dari
90% yang artinya untuk harga suplemen obat yang dijual dipasaran sampai Rp.100.000,-
biaya yang dikeluarkan oleh produsen dari bahan hingga packaging kurang dari
Rp.10.000,- sehingga masih besar dana yang bisa dialokasikan untuk biaya
pemasaran meskipun sudah dipotong laba bersihnya.
Sedangkan konsumen dari produk ini adalah siapa
saja dari berbagai kalangan dan usia, namun karena produk seperti ini sangat
spesifik dari segi bahan, dosis maupun fungsi dan manfaatnya. Maka produk
seperti ini membutuhkan penjelasan yang spesifik pula.
Dalam komunikasi pemasaran tentu akan direkomendasikan
untuk memasarkan produk jenis ini melalui cara presentasi. Jadi wajar kalau
sistem multi level marketing atau direct selling adalah sistem yang tepat
untuk memasarkan produk jenis ini. Kalaupun ada anggapan sebagian orang bahwa
membangun jaringan multi level marketing membutuhkan
biaya yang besar tebtu tidak begitu jadi masalah karena produk ini memiliki
marjin yang sangat besar pula.
Lalu bagaimana
dengan kenyataan bahwa banyak produk jenis ini juga bisa sukses dipasarkan
melalui open market? Lagi-lagi jawabannya hampir sama dengan uraian di atas. Yang membedakan
adlah alokasi dana yang seharusnya untuk membiayai jaringan dialihkan menjadi
biaya promosi secara besar-besaran melaui media elektronik dan media cetak
sehingga tugas presentasi dalam network
marketing dialihkan menjadi presentasi massal melalui media massa.
Kesimpulan dari uraian di atas memberikan
keyakinan bahwa semua produk pasti bisa dijual dengan optimal dengan catatan
karakternya dikenali terlebih dahulu.
3. Bauran Promosi Total
a. Apa
dan bagaimana iklan itu
"Pemirsa,
jangan ke mana-mana, kami akan kembali setelah pesan-pesan berikut". Pesan
tersebut tidak asing lagi bagi para pemirsa televisi. Tak
lama kemudian lewat televisi tampil lagi satu atau beberapa tayangan iklan
suatu produk. Secara sengaja maupun tidak disengaja, kita setiap saat dibanjiri
iklan lewat media televisi, radio, surat kabar, majalah, ataupun media-media
lainnya; dan tampaknya, iklan telah menjadi bagian dalam kehidupan kita, bukan
saja monopoli kaum urban tapi juga telah mencapai pelosok pedesaan.
Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa
Yunani, yang artinya kurang lebih adalah 'menggiring orang pada gagasan'.
Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide,
barang, atau jasa secara non-personal yang dibayar oleh sponsor tertentu.
Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi non-personal tentang suatu
produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya
tertentu. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang
bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang
menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.
Dalam marketing mix (bauran pemasaran) barang
maupun jasa, iklan termasuk dalam kategori bauran promosi. Dalam bauran promosi
dikenal lima cara komunikasi yang utama, yaitu:
1. Advertising (Periklanan): semua bentuk penyajian nonpersonal,
promosi, dan ide tentang barang atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor.
2. Sales Promotion (Promosi Penjualan): berbagai bentuk insentif
jangka pendek untuk mendorong keinginan konsumen untuk mencoba atau membeli
suatu produk atau jasa.
3. Public Relations (Hubungan Masyarakat dan Publisitas): berbagai
macam program untuk memelihara, menciptakan, dan mengembangkan citra
perusahaan atau merek sebuah produk.
4. Personal Selling (Penjualan secara Pribadi): interaksi langsung
dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan melakukan presentasi, menjawab
pertanyaan, dan menerima pesanan.
5. Direct Marketing (Pemasaran Langsung): penggunaan surat, telepon,
faksimili, e-mail, dan alat komunikasi nonpersonallainnya untuk melakukan
komunikasi secara langsung agar mendapat tanggapan langsung dari pelanggan dan
calon pelanggan.
Periklanan dipandang sebagai media yang paling
lazim digunakan suatu perusahaan (khususnya produk konsumsi/consumer goods)
untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen . Iklan ditujukan
untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra
konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek. Tujuan ini bermuara
pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara
langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu
pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan dan
konsumen, dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini
muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan.
Bagaimanapun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak
ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan
menghargai produk tersebut.
Menurut Frank Jefkins (1997), kehidupan dunia
modern saat ini sangat bergantung pada iklan. Tanpa iklan, para produsen dan distributor tidak
akan dapat menjual barangnya. Sedangkan di sisi lain, para pembeli tidak akan
mempunyai cukup informasi mengenai produk-produk barang dan jasa yang tersedia
di pasaran. Secara garis besar, iklan suatu produk dapat digolongkan ke dalam
tujuh kategori, yaitu:
1. iklan
konsumen,
2. iklan
bisnis ke bisnis atau iklan amarbisnis,
3. iklan
perdagangan,
4. iklan
eceran,
5. iklan
keuangan,
6. iklan
langsung, dan
7. iklan
lowongan kerja.
Iklan konsumen dapat dibagi lagi menjadi:
iklan barang konsumen (consumer goods),
iklan barang tahan lama (durable goods), dan iklan jasa konsumen (consumer services).
b. Periklanan
dan sebuah kata sakti: KREATIVITAS
Jika Anda pernah bekerja untuk biro periklanan,
Anda tahu bahwa kata yang paling banyak digunakan secara berlebihan dalam
organisasi itu adalah kata "kreatif". Anda mempunyai departemen
kreatif, direktur kreatif, pendekatan kreatif: strategi kreatif, dan platform
kreatif. Jika sesuatu tidak kreatif, begitu cara berpikirnya, maka itu bukan
bagian dari iklan atau biro periklanan.
Apa sebenarnya tindakan kreativitas itu? Menurut
kamus dan menurut penggunaan umum, kreativitas berarti memproduksi sesuatu yang
orisinil, atau baru dan berbeda. Tetapi bagaimana jika sesuatu yang "lama
dan serupa" ternyata lebih baik daripada yang "baru dan
berbeda"? Bagaimanapun juga, "lama dan serupa" tidak dapat
digunakan sebab itu tidak kreatif. Untuk itulah biro periklanan dibayar.
Kreativitas, bukan?
Tetapi, bukankah kreativitas itu menjadi bagian
dari produk ketimbang bagian dari periklanan? Bukankah esensi membangun merek
adalah menciptakan persepsi bahwa merek itu adalah yang pertama dalam sebuah
kategori baru, dan bukan menciptakan persepsi bahwa periklanan merek itu
merupakan suatu bentuk terobosan periklanan?
Bukankah akan lebih kecil kemungkinan Anda
membeli suatu produk jika Anda menganggap iklannya hebat tetapi produknya
biasa-biasa saja? Dan akan lebih besar kemungkinan Anda membeli sebuah produk
jika Anda menganggap iklannya biasa-biasa saja tetapi produknya benar-benar hebat?
Dan bukankah kebanyakan orang mengira iklan itu sendiri tidak relevan dan hanya
sesuatu yang memang harus ditanggung jika hendak menonton televisi atau
mendengarkan radio? Atau
membolak-balik halaman majalah dan koran sebelum mendapatkan bahan bacaan yang
riil?
Dengan mengarahkan
fokus pada kreativitas, biro-biro periklanan berasumsi bahwa pemasaran adalah
suatu pertempuran antar-iklan dan bukan pertempuran antar-produk. Biro-biro
ingin memenangkan perang periklanan sebab itu berarti penghargaan, pengakuan
media, dan bisnis baru.
c. Periklanan, sebuah elemen dalam proses
branding
Periklanan saat ini sedang mendapat sorotan
tajam semenjak aspek informasi menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama
dalam proses membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif
dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat.
Tindakan mengkonsumsi secara berulang (repeat buying) adalah salah satu tujuan
dalam pemasaran. Periklanan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik
mengenai ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowledge).
Seharusnya elastisitas permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas
periklanan.
Periklanan sesungguhnya hanyalah bagian kecil
dalam proses branding. Masih
banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat. Dalam hal ini
saya akan berusaha meninjau kembali seberapa besar efektifitas periklanan dalam
proses branding. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anggaran
periklanan berpengaruh positif terhadap penjualan (baca: bukan pemasaran!) dan
market share. Sebaliknya, peningkatan anggaran iklan pesaing berpengaruh
negatif terhadap tingkat penjualan dan market share pesaingnya. Dampak iklan
ternyata bervariasi tergantung efektivitasnya. Dengan demikian, anggaran iklan
yang lebih besar tidak selalu mampu mengubah penjualan dan market share dalam
tataran yang lebih besar pula. Aktivitas periklanan berkorelasi erat dengan
biaya, dan biaya yang besar diperlukan untuk beriklan, maka efektivitas
periklanan memperolehperhatian yang serius. Strategi dan program yang handal
dan terpadu dengan elemen-elemen pemasaran dan branding lainnya diperlukan
untuk mencapai sebuah merek yang kuat dan (diharapkan) mempunyai brand life
cycle yang panjang bahkan abadi.
d. Periklanan telah mati?
Di Amerika, pada tahun 2002, sebuah buku yang
ditulis oleh Al Ries, yang berjudul The
Fall of Advertising & The Rise of PR sangatlah mengejutkan dan membuat
merah muka para praktisi periklanan, terutama para orang-orang kreatifnya. Semua
tulisan dalam buku ini sangat memalukan untuk industri periklanan dan sangat
mengagungkan kredibilitas PR. Semua keburukan dalam periklanan, yang membuat
sebuah campaign sebuah brand menjadi tidak efektif, dibongkar tuntas. Pada saat
yang bersamaan pula PR kemudian menjadi pahlawan yang menyelamatkan kegagalan
tersebut. Sebelumnya, Sergio Zyman juga telah menulis sebuah buku yang berjudul
The End of Advertising As We Know It,
sebuah lanjutan dari buku kontroversial dalam dunia marketing. Hal-hal
tersebutlah yang menyebabkan saya, sebagai seorang praktisi periklanan, untuk
meninjau kembali efektivitas iklan dalam proses branding, terutama di
Indonesia.
e. Melihat
dari sudut pandang orang iklan
Sebelum masuk ke
dalam pembahasan masalah efektifitas iklan ini, sedikit saya ingin menceritakan
tentang latar belakang pekerjaan saya. Hal ini bukanlah
merupakan sebuah pembelaan atau pembantahan terhadap kedua buku di atas. Saya
akan membahas semua hal tersebut menurut pengalaman saya selama saya bekerja di
industri periklanan, dalam sudut pandang saya sebagai orang iklan. Saya akan
mencoba berbagi sedikit tentang konsep lokalitas yang sangat ditekankan selama
saya bekerja. Saya bukanlah orang iklan yang mengangung-agungkan London dan New
York sebagai parameter industri ini. Mungkin saya lebih tertarik untuk melihat
dari kaca mata Bangkok, New Delhi dan Tokyo, di mana unsur lokal menjadi tuan
rumah di negeri sendiri, bahkan sanggup menembus tingkat Eropa pada LionCannes
Awards dan tingkat Amerika pada Clio Awards.
f. Indonesia tetaplah Indonesia
Dalam bahasan permasalahan nanti saya akan
mencoba membahas bahwa banyak sekali konsep-konsep branding, marketing, dan
advertising luar negeri (baca: Amerika dan Eropa) yang tidak sesuai ketika
diterapkan di Indonesia, bahkan gagal. Memang ada beberapa hal yang tidak bisa
dipungkiri menjadi hal yang global, namun (ternyata) banyak juga konsep lokal
yang mendukung (baca: membesarkan) hal-hal yang bersifat global. Indonesia
tetaplah Indonesia. Banyak hal yang tidak akan pernah berubah, seperti budaya
cium tangan terhadap yang dituakan dan humor-humor slapstick serta jayus
seperti dalam film-film Benyamin dan Warkop DKI yang tidak akan lekang dimakan
waktu.
Saya tidaklah mencoba berfikiran sempit dengan
me-lokal-kan segalanya, tapi lebih kepada bertindak lokal sesuai dengan kondisi
dan nilai-nilai yang ada di Indonesia yang bertujuan akhir secara global. Sampai saat ini saya masih mengagumi
batik, pakaian nasional Indonesia, yang bisa dipakai dalam kondisi apapun,
santai maupun sangat resmi. Suatu konsep yang bisa disejajarkan dengan Jas dan
Tuxedo dari luar negeri.
Think Global, Act Local!
g. Jangan sampai terjebak
Sanjungan telah
digantikan dengan suatu bentuk yang tidak jelas. Banyak
dari iklan masa kini yang telah menjadi sangat kreatif atau menghibur yang
bahkan kadangkala sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya yang perusahaan
ingin iklankan. Lihatlah iklan satu halaman penuh ini dari J.P. Morgan, lembaga
penasehat keuangan terbesar di dunia, penjamin, dan lembaga peminjaman uang. Iklan
mereka tidak mempunyai judul, hanya sebuah wajah manusia memandang jauh dan
sederetan kata-kata yang terbaca: "Saya tidak pemah bertahan lebih lama
ketika ada yang lebih baik dalam jangkauanku. Saya tidak tertarik pada sesuatu
yang biasa. Saya tidak pemah salah mendengar untuk mengerti. Saya memiliki
pandangan sinis yang suram. Saya bisa menjadi sangat sulit bila dibutuhkan.
Saya menjadi mudah bila berhadapan dengan kesempumaan. Saya sudah memulai. Saya
bekerja untuk J.P. Morgan."
Kata-kata di atas merupakan kumpulan pemikiran
dan prosa yang indah. Tetapi apa yang J.P. Morgan berusaha 'jual' kepada
pembaca majalah Fortune? Apakah mereka adalah perusahaan yang mempublikasikan
suara hati terdalam dari para karyawannya? Bahwa karyawan mereka bekerja lebih
keras? Cobalah kami. Di samping itu, kita tidak memberikan uang pada karyawan
tak dikenal, kita memberikan uang kita untuk dikelola pada sebuah organisasi
besar yang sukses.
Apa yang membuat J.P. Morgan berbeda adalah
semuanya kecuali ketidakjelasan. Keberadaan mereka selama 150 tahun untuk
melayani perusahaan-perusahaan, pemerintah, dan berbagai keluarga terpenting di
dunia. J.P. Morgan membantu membuat struktur pengelolaan dan pembiayaan General
Electric dan AT&T pada masa awal berdirinya perusahaan-perusahaan tersebut.
J.P. Morgan meminjamkan uang kepada Perancis dan Inggris pada perang dunia
kedua. Mereka menolong Meksiko dengan $2,6 trilyun dalam bentuk obligasi dan
juga Federasi Rusia dengan jumlah yang sarna.
Apa yang seharusnya mereka lakukan adalah
menampilkan sebuah iklan yang menampilkan kemampuan unik mereka dalam
hubungannya dengan keberadaan mereka yaitu: "Menghasilkan kemakmuran
selama 150 tahun" (Dikatakan sendiri oleh si tua J.P. Morgan). Dan
siapakah klien prospektif yang tidak berkeinginan untuk menghasilkan
kemakmuran?
h. Sebuah
Perdebatan dalam Industri
Ketidakjelasan
tersebut telah menjadi semakin buruk sehingga Advertising Age melaporkan fakta
bahwa beberapa CEO perusahaan menerima surat dari para pemegang sahamnya
tentang penghamburhamburan ekuitas saham mereka dengan "iklan yang
menyimpang dari tugas-tugas sebenarnya yaitu meyakinkan pemirsa untuk membeli
produk."
Rance Crain, editor kepala dari Advertising Age
berada di balik kampanye melawan ketidakjelasan, ketidakefektifan iklan yang
bersembunyi di balik kata kreativitas. Maksudnya, dan merupakan saran yang
baik, adalah kerja mereka yang tidak memuaskan akan memakan biaya yang
sebenamya dibutuhkan CEO.
Di masa yang lalu sering terjadi ketika CEO
bertanya-tanya seberapa banyak bagian dari anggaran iklan yang telah
dikeluarkan dan tidak dimanfaatkan secara semestinya. Sekarang dia mulai
bertanya-tanya apakah mungkin seluruh anggaran tersebut terbuang sia-sia.
Tidaklah mengherankan ketika sebuah survei yang
dilakukan oleh American Advertising Federation menunjukkan fakta yang kurang
mendukung penggunaan iklan sebagai alat untuk membantu pertumbuhan perusahaan.
Ketika para eksekutif ditanya apakah mereka
puas dengan usaha periklanan yang telah mereka lakukan, hanya 6,8 persen
menjawab puas.
i. Pembelaan “Kreativitas“
Apa yang menggerakkan industri periklanan
menuju tebing kehancuran adalah kepercayaan bahwa banyak iklan telah kehilangan
efektivitasnya karena komunikasi yang berlebihan dan sinisme. Pembelaan seni
ini, di mana puitisme iklan merujuk waktu di tahun 1960 ketika iklan mempunyai
kesempatan besar. Tahun itu adalah masa ketika elemen "kemampuan untuk menarik perhatian"
sangatlah penting. Sebelumnya, Anda mengiklankan kepada seseorang bahwa benda
ini dapat menyembuhkan sakit kepala dan benda ini dapat bergerak cepat atau
melaju bermil-mil. ltu semua tentang logika dan bagaimana cara menjual. Mereka
berpendapat jika benda tersebut berusaha 'dijual' terlalu keras, pesan tidak
hanya akan tidak disukai, bahkan pesan tersebut akan diabaikan. ltulah sebabnya
mengapa mereka membuat iklan yang mengocok emosi atau provokatif atau lucu atau
keren iklan yang menciptakan “ikatan“ dengan konsumen.
Shelly Lazarus, kepala American Association of
Advertising Agencies, yang juga CEO dari Ogilvy & Mather Worldwide,
melakukan pertemuan asosiasi yang ke delapan puluh satu di tahun 1999. Dia
mempengaruhi anggotanya untuk merayakan keberhasilan organisasinya atas sesuatu
yang tidak biasa dan tidak diduga-duga-kompetisi yang lebih baik di bidang
konsultan manajemen yang mengambil alih 'kekuasaan' agen periklanan
tradisional pada bisnis komunikasi pemasaran.
Rekan-rekan konsultan manajemen di asosiasi
periklanan kadangkadang nyaris tersinggung dengan adanya ketidakrasionalan dan
ketidaklogisan," kata Lazarus. “Tidakkah Anda memperhatikannya?”
Sebaliknya, katanya, “kami sukses karena itu,”
karena “konsumen seringkali menjadi tidak rasional dan tidak logis,” dan
dipengaruhi oleh unilai emosional yang bersifat abstrak yang kadangkala
melampaui logika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar